MY BLOG

INNADINA INDALLAHIL ISLAM ISLAM AGAMA DAMAI

Pages

Selasa, 09 Agustus 2011

LEBAH

. Selasa, 09 Agustus 2011

LEBAH

oleh Ria Olive Regina pada 24 April 2011 jam 15:17
ah | Laman | Arkib | Cari

Sarang lebah dan keajaiban AlQuran

Ogos 13, 2008 @ 5:09 am › Ahmad Nizam
↓ Skip to comments

Oleh : Abd Al Mun’im AI Hefni

Ayat‑ayat tentang lebah dalam Al‑Qur’an Al‑Karim tidak lain adalah ren­tetan petunjuk tentang keajaiban ilmiah. Mukjizat Al‑Qur’an masih terus dikisahkan dan ilmu dari waktu ke waktu menyingkapkan kepada kita tentang berbagai mukjizat tersebut. Maha benar Allah dengan firman-Nya:

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tentang bukti‑bukti kebesaran kami dan dalam diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahawa sesungguhnya Al‑Qur’an adalah kebenaran.”(QS 41:53)

“Kami telah menurunkan kitab kepadamu yang menjadi penjelasan terhadap segala sesuatu, rahmat dan khabar gembira untuk umat Islam” (QS 16:89).

Fakta dan ayat‑ayat ini betul‑betul diyakini oleh para pendahulu kita dan ilmu menyingkapkan kepada kita salah satu segi keajaiban ilahi dan keajaiban Al‑Qur’an dalam ayat‑ayat ini. Auf bin Malik bin Abi Auf al‑Asyja`i r.a. telah beriman dengan Al‑Qur’an Al‑Karim dan dengan semua yang dibawanya. Diriwayatkan, bahawa ketika pada suatu waktu ia sakit kepadanya ditanyakan, apakah ia akan dirawat, Ia menjawab:

“Beri saya air kerana Allah telah berfirman: “Dan kami telah menurunkan air yang banyak manfaatnya dari langit …… “(QS 50:9). Beri saya madu kerana Allah SWT telah berfirman: “…Di dalamnya terdapat kesembuhan untuk manusia…” (QS 16:69).

Kemudian ia mengatakan supaya diberi minyak zaitun kerana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:

“Dari pohon zaitun yang banyak manfaatnya.” (QS 24:35)

Semua permintaannya ini lalu dikabulkan. Ia mencampurkan semua itu dan meminumnya, lalu ia sembuh. Di dalam Al‑Qur’an Al‑Karim yang oleh banyak orang dipelihara dalam dada, di samping yang ada di depan kita sekarang, banyak terdapat kebaikan.

Barangkali permulaan. yang lebih baik adalah dengan memulai pembicaraan tentang tempat tinggal atau sarang lebah. Allah SWT menyebutkan tentang lebah dalam. Al‑Qur’an Al‑Karim:

“Kami memberitakan kepada lebah supaya kamu. mengambil tempat tinggal dari bukit, dari pohon dan dari apa yang mereka bangun.” (QS 16:68).

Dalam kehidupan dan tempat tinggal jenis lebah secara umum dan lebah madu secara khusus terdapat bukti yang paling agung atas kemampuan dan keluasan ilmu Allah SWT melalui keajaiban ilmiah yang dikemukakannya dalam Al‑Qur’an Al‑Karim.

Berbagai saintis telah mengkaji kehidupan tingkah laku dan tempat lebah madu. Di antara mereka adalah Butler (1954), Snodgrass (1956), Wafa (1963), Root (1974), Abd al‑Lathif dan Abu an‑Naja (1974), Perusahaan penerbitan Dadant (1975), Crane (1975,1977,1980,1990), Crane dan Graham (1985), al‑Hamashi (1979), Morse (1980), al‑Bambi (1989), Abd as‑Salam (1990) dan al‑Hefni (1994).

Sedangkan mengenai jenis‑jenis lain dari lebah yang bukan penghasil madu, iaitu jenis‑jenis yang suka menyendiri atau semi mengelompok, maka kecenderungan. yang ada sekarang adalah untuk mempelajari dan mengetahui informasi lebih banyak lagi tentang hal ini. Sejarah fizik dan kebiasaan membuat sarang dari lebah yang suka menyendiri telah menarik perhatian banyak peneliti bidang ilmu kehidupan serangga. Di antara mereka adalah Fabrc (1879‑1907) dan Rcaumur (1942). Sedangkan kecenderungan dalam sejarah ilmu hayat ini telah sampai ke tingkat atas dalam pengkajian‑pengkajian yang dilakukan oleh Malyshev (1936).

Juga banyak sains yang telah mempelajari tingkah laku membuat sarang lebah penyendiri antara lain seperti yang dilakukan oleh Linsley (1952‑1955), Hobs (1956), Linsley (1958), Linsley dan Hurd (1959), Krombein (1967), Mazed (1967), Elbery (1968), Stephenel (1969), Allam (1972), al-Hefni (1974), Miehenes (1974) dan al‑Badawi (1976). Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufik kepada kita dan kepada semua orang untuk melakukan penelitian lanjut dalam bidang ini sehingga mukjizat (keajaiban) ilmiah dalam AlQur’an dan As‑Sunnah dapat dicakup seluas mungkin.

Kaedah Penelitian

Lebah dengan komposisi, tabiat tingkah laku dan proses kelahirannya merupakan salah satu bukti kebesaran Allah dalam lembaran alam yang boleh diselidiki dengan pengamatan teliti melalui mata telanjang dan penemuan-penemuan ilmiah sepanjang sejarah. Namun segi keajaiban ilmiah Al-Qur’an dalam bidang ilmu tentang lebah dan tempat tinggalnya adalah bahawa nuansa ayat Al‑Qur’an yang dibaca dan didengarkan telah membawa isyarat-isyarat dan petuniuk‑petunjuk yang dibuktikan oleh ilmu akhir-akhir ini melalui pengamatan‑pengamatan teliti dan penyingkapan-penyingkapan teoritis empiris (telah disebutkan sebelumnya) yang masih saja menjadi tanda tanya di kalangan ilmuwan tentang serangga atau lebah dari hari ke hari.

Penelitian ini adalah sebuah usaha sederhana dari penulisnya untuk bersaham dalam bidang ini dengan upaya kecil. Jika ada yang benar, maka itu adalah dari Allah dan bila ada yang salah maka ia adalah dari penulis sendiri.

Berdasarkan itu, maka penelitian ini secara. khusus adalah usaha untuk menyingkapkan keajaiban. ilmiah Al‑Qur’an dalam ayat 68 surat an‑Nahl dan bertujuan menghuraikan petunjuk‑petunjuk yang dibicarakan oleh kitab‑kitab tafsir, hadits dan leksikon bahasa tentang ayat ini. Penelitian ini juga menghuraikan hal‑hal yang diungkapkan oleh percubaan‑percubaan dan penelitian-penelitian dalam bidang ini. Pengetahuan. tentang ini mendukung, menafsirkan dan merinci keterangan ringkas yang diberikan oleh ayat‑ayat Al‑Qur’an yang antara lain menegaskan bahawa Al‑Qur’an dengan seluruh ayatnya betul‑betul berasal dari sisi Allah Yang Maha Bijaksana, Maha Mengetahui yang diturunkan melalui malaikat Jibril terpercaya ke dalam hati pemimpin dari orang‑orang terdahulu dan belakangan melalui bahasa Arab yang jelas, sejak lebih kurang seribu lima ratus tahun yang lalu.

Hal‑hal yang disebutkan tentang lebah madu dalam penelitian ini sesungguhnya adalah hasil pengalaman pergumulan yang lama sekali dengan berbagai kelompok lebah madu dan. pengamatan terus‑menerus terhadap ilham ilahi kepada makhluk yang diberi berkat ini serta tingkah lakunya sebagai kelompok yang individu‑individunya saling membantu, Ia juga merupakan hasil rujukan kepada penelitian dan berbagai referensi dalam bidang ini.

Bahasa ini ditulis dengan kaedah yang memungkinkan pembaca menguasainya dengan baik serta menghubungkan antara berbagai sisinya. Kerana. itu, maka dasar penulisan dijadikan sebagai unsur‑unsur yang merupakan kerangka umum permasalahan. Unsur‑unsur itu adalah:

1. Ayat‑ayat an‑Nahl ini serta posisinya dari sudut aqidah.

2. Dunia lebah.

3. Pemahaman kata dan dilalah (petunjuk; indikasi) wahyu.

4. Hubungan manusia dengan. permasalahan. lebah dan permasalahan aqidah.

5. Pemahaman kata an‑Nahl serta indikator‑indikatomya.

1. Ayat‑Ayat tentang Lebah dan Posisinya dari segi Aqidah

Seperti diterangkan dalam tafsir Fi Zhilalil Qur ‘an, ayat surat an‑Nahl diturunkan di Mekah iaitu ayat yang membahas masalah aqidah dan topik-topik besamya berhubungan dengan masalah keTuhanan, wahyu dan kebangkitan. Topik topik ini ditampilkan dalam konteks ayat‑ayat al-kauniyyah (tentang alam) sehingga memperjelas keagungan penciptaan, keagungan nikmat dan keagungan ilmu serta pengamatan. Semua itu saling bertautan dalam keselarasan yang dapat diamati di antara berbagai bentuk, sorotan, ungkapan ritma, kes dan topik. Secara keseluruhan ia memiliki ritma yang tenang dan irama yang biasa, tetapi penuh dengan nuansa.

Ayat‑ayat surat an‑Nahl ini membicarakan rahsia fakta ilmiah yang tidak disingkapkan kecuali pada masa‑masa terakhir ini saja. Di dalamnya mengandung bukti‑bukti wahyu dari Allah tentang keistimewaan‑keistimewaan lebah bagi orang yang memahaminya dan ilmuwan yang spesialis yang menghargainya sehingga ilmuwan pendebat yang fanatik, apalagi yang bukan ilmuwan, tidak lagi mempunyai alasan untuk mendebat. Secara umum ini saja sudah cukup kerana ia memantulkan segi keajaiban ilmiah Al‑Qur’an dalam topik ini (iaitu topik “Lebah serta tabiat dan tingkah lakunya”).

2. Dunia Lebah

Betul penyebutan lebah dalam sejumlah ayat Al‑Qur’an dengan sebutan teliti yang merinci tentang tabiat tingkah laku dan produksinya, kemudian penamaan sebuah surat dengan nama an‑Nahl (lebah) tidak hanya menunjukkan penghormatan terhadap lebah sekadar sebuah isyarat dan bukti kemukjizatan belaka. Hal itu kerana beberapa pertimbangan. Pertama, keterdahuluan Al-Qur’an dalam menyebutkan beberapa rincian tentang dunia lebah dan tempat tinggalnya, sekalipun diketahui pada masa wahyu diturunkan, namun ia tidak difahami dengan pemahaman mendalam seperti yang dilakukan oleh manusia kontemporer hari ini. Kedua, dunia lebah itu luas yang penuh fakta ilmiah yang tabiat aslinya tidak mungkin disingkapkan sepanjang waktu dan ia mampu sepanjang fasa sejarah sebagai bahan untuk meyakinkan kebenaran agama ini dan inilah segi lain keajaiban ilmiah Al‑Qur’an dalam bidang dunia lebah.

Betul dunia lebah itu luas dan besar. Dari segi kegiatan lebah maka semua individu lebah mengetahui benar kewajibannya dan melaksanakannya dengan cara terpadu yang sangat baik bersama individu‑individu lain dalam kelompok. Alat‑alat pengaturan dan pengontrolan itu tertanam dalam fitrah yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala pada diri lebah. Setiap individu bekerja untuk kelompok kerana itu masyarakat lebah ini kelihatan seperti sekujur tubuh bahkan sebuah umat atau bangsa.

“Tidak ada yang melata di bumi atau pun yang terbang dengan kedua sayapnya, kecuali ia adalah umat (bangsa) seperti kamu….”(QS 6:38).

Maha suci Allah, Maha Pencipta berfirman pula:

“Maha suci Tuhan kami yang memberikan kurnia kepada segala sesuatu yang diciptakan‑Nya, kemudian menunjukinya.” (QS 20:50).

Ayat‑ayat khusus tentang lebah tidak lain dari satu rentetan bukti keajaiban ilmiah yang dimulai dengan firman‑Nya:

“Tuhanmu mewahyukan kepada lebah …” (QS 16:68).

3. Pengertian dan Indikasi kata Wahyu

Banyak mufassir yang berpendapat bahawa yang dimaksud dengan wahyu pada ayat”Kami mewahyukan kepada lebah” adalah ilham, petunjuk dan pengajaran. Asy‑Syaikh Abu Ali Al‑Fadhal bin Al‑Hasan dalam tafsimya menambahkan bahawa itu dikatakan, dijadikan dalam gharizah (instink)nya yang tidak diketahui oleh yang lain. Wahyu dalam bahasa Arab mempunyai beberapa segi antara lain bererti kenabian (ramalan), ilham, isyarat petunjuk dan rahsia. Dalam pengertian kenabian adalah seperti pada firman‑Nya:

“… dan la mengutus Rasul. lalu la mewahyukan (membuatkan) apa yang dikendakinya dengan izin‑Nya.” (QS 42:51)

la adalah dalam pengertian ilham pada firman‑Nya:

“Tuhanmu mewahyukan (memberi ilham) kepada lebah…” (QS. 42:51) (QS 16:68).

”Kami mewahyukan (memberi ilham) kepada ibu Musa … “(QS 28:7).

Dalam pengertian isyarat petunjuk dalam firman‑Nya:

“Lalu la mewahyukan (memberi isyarat petunjuk) kepada mereka supaya mereka bertasbih.” (QS 19:11).

Mujahid mengatakan bahawa pengertian adalah “Memberi isyarat petunjuk kepada mereka”. Adh‑Dhahak mengatakan bahawa maksudnya adalah “dituliskan (ditetapkan) untuk mereka.” Dalam pengertian rahsia:

“….Mewahyukan (merahsiakan) sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa kata “(QS 6:112).

Asal kata wahyu dalam pemahaman orang Arab adalah bahawa seseorang menyampaikan sesuatu kepada temannya secara sembunyi‑sembunyi dan tertutup. Dikatakan auhalahu wa auha ilaihi “diwahyukan untuknya atau diwahyukan kepadanya” adalah dengan pengertian bahawa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengilhamkan kepada lebah supaya mengambil rumah, tempat tinggal, sarang dan tempat kediaman di bukit‑bukit, pohon‑pohon dan lain‑lain.

Kesimpulannya wahyu dipakaikan untuk para Nabi seperti dalam firmanNya:

“Allah tidak mungkin berkomunikasi dengan manusia kecuali melalui wahyu atau di balik tabir atau mengutus seorang Rasul dengan izin‑Nya kepada slapa yang dikehandaki‑Nya” (QS 26:51).

Mari kita perhatikan kalimat auha (mewahyukan). Wahyu itu boleh bererti ilham untuk selain Nabi dan Rasul seperti dalam firman‑Nya:

“Kami mewahyukan (mengilhamkan) kepada lbu Musa…” (QS 28:7).

Barangkali juga bererti ilham kepada binatang seperti pada firman‑Nya:

“Tuhanmu mewahyukan (mengilhamkan) kepada Lebah…” (QS 16:68).

Barangkali pula wahyu itu bererti Perintah dan izin, khususnya bila kata itu, digunakan bersama benda padat, seperti Firman Allah dalam surat al‑Zalzalah ketika membicarakan tentang bumi:

“…bahawa Tuhanmu mewahyukan kepadanya.”

Maksudnya mengizinkan kepadanya dan memerintahkan. Jelaslah bahawa yang dimaksud dengan wahyu dalam firman Allah:

“Tuhanmu mewahyukan kepada lebah…” (QS 16:68).

Bahawa Allah SWT memberi ilham dan petunjuk kepada kelompok lebah supaya membuat rumah yang dapat melindungi mereka beserta anak‑anak mereka di bukit‑bukit dan di pohon‑pohon dan juga di tempat‑tempat yang didiami manusia. Pengertian ilham Allah kepada lebah adalah ia menetapkan dalam dirinya dan menciptakan dalam gharizah‑nya supaya melakukan perbuatan-perbuatan menakjubkan yang telah membingungkan otak manusia ini, di mana sarang‑sarang ini dibangun di bukit‑bukit atau, pohon‑pohon atau tempat‑tempat yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal.

4. Hubungan Manusia dengan Masalah Lebah dan Masalah Aqidah

Menarik perhatian bahawa al‑khithab (pesan) di sini dengan menggunakan dhamir al‑mukhathab (kata ganti orang kedua) “kamu” (kaf) iaitu rabbuka (Tuhanmu). Ayat suci tidak menggunakan kalimat wa auhallahu ila an-nahl “Allah mewahyukan kepada lebah” atau wa auhaina ila an‑nahl “Kami mewahyukan kepada lebah”. Namun ayat suci ini berbunyi: auha rabbuka ila an-nahl “Tuhanmu mewahyukan kepada lebah” (QS 16:68).

Orang kedua. di sini adalah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang mewakili keperibadian manusia yang demi ia dan kemanfaatannya Al‑Qur’an telah diturunkan. Dalam hal ini ada petunjuk besar bahawa terdapat hubungan antara manusia yang dituju pada pesan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hal‑hal yang dijanjikan kepada lebah berupa tabiat dan pekerjaan yang dilakukannya melalui ilham dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hubungan ini tidaklah langsung. Kata kaf (kamu) sebagai orang kedua menunjukkan pertalian Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada Tuhannya sebagai pemuliaan dan penghormatan. Pemuliaan itu adalah sebagai akibat yang ditimbulkan oleh Iman Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (setelah beliau adalah umat beliau) terhadap ayat yang diwahyukan oleh Allah dalam kitab-Nya (di sini adalah ayat‑ayat surat an‑Nahl).

5. Pengertian an‑Nahl

“Perumpamaan orang beriman adalah seperti lebah. Bila ia makan, maka ia makan yang baik dan bila jatuh, maka ia jatuh atas yang baik.”

Riwayat terkenal menyebutkan bahawa ia dibaca dengan al‑halal‑mu’jamah, iaitu sebagai kata mufrad dari nihal (agama‑agama). Dalam riwayat yang lain dikatakan bahawa ia dibaca dengan al-ha’al‑muhmalah (Nahl) untuk menunjukkan madu lebah. Segi kesamaan antara keduanya adalah ketelitian dan kejelian lebah, bahayanya yang sedikit, keahlian, kegunaan, keberdikarian dan usahanya di malam hari, kebersihannya dari kotoran dan makanannya yang baik. Ia tidak makan dari usaha orang lain. “Kesetiaan dan ketaatannya kepada ketuanya.”

Disebutkan dalam beberapa tafsir bahawa an‑nahal (dengan ha’ berbaris di atas) dinamakan demikian kerana Allah memberikan (nahalahu) madu yang keluar dari tubuhnya. An‑Nahl menurut logat penduduk Hejaz dipandang sebagai kata mu’annats dan setiap kata jamak di mana antara kata jamak dan mufradnya tidak dibatasi selain oleh al‑ha’. Disebutkan juga bahawa lebah itu ada dua jenis. Satu jenis hidup di gunung‑gunung dan hutan‑hutan yang tidak terbiasa dengan manusia dan jenis satu lagi hidup di rumah‑rumah penduduk dan sudah terbiasa dengan manusia.

Sains moden telah menjelaskan dan menegaskan semua ini. Terbukti dari pengkajian dan penelitian yang dilakukan oleh para saintis dalam bidang ini bahawa kata an‑Nahl (lebah) yang dimaksud adalah kata umum yang mencakup, banyak jenis. Kata ini dipakai untuk semua serangga yang kerjanya mengumpulkan saripati bunga (nektar) dan bibit pembuahan. Serangga ini beserta anak-anaknya mengambil makanan dari saripati ini dan tubuhnya dialiri oleh berbagai pembuluh kecil.

Jenis‑jenis Lebah

Dari segi pertumbuhannya, iaitu cara hidup yang dijalaninya, jenis‑jenis lebah yang termasuk dalam keluarga lebah dapat digolongkan kepada tiga kelompok (Malysehev 1936).

a. Lebah Penyendiri atau Liar (Solitary or Wild Bees)

Lebah ini berbagai jenis yang dapat dibezakan kerana setiap lebah betinanya mempunyai ciri dapat membangun sarangnya (yang terdiri dari satu sel atau lebih) serta melengkapi dengan segala keperluannya tanpa tergantung atau meminta bantuan kepada individu‑individu yang lain dari jenis yang sama, tetapi ia tidak memelihara anaknya. Kerana itu kehidupan antara individu-individu lebah ini adalah tanpa. pekerjaan tertentu dan tanpa pembahagian pekerjaan di antara mereka. Lebah penyendiri hidup sendiri‑sendiri dan dua individu tidak bertemu kecuali pada masa perkahwinan, antara jantan dan betina yang berlangsung dalam waktu singkat. Segi penting dari jenis‑jenis lebah penyendiri ini adalah mengahwinkan berbagal tumbuhan dan kerana ini ia juga dinamakan sebagai lebah darat.

b. Lebah Bermasyarakat (Social Bees)

Jenis ini hidup di bawah kondisi‑kondisi yang sesuai dan keadaan‑keadaan biasa di tempat‑tempat berkumpul yang mempunyai jumlah hampir bersamaan. Kegiatan individu dalam kelompok ini secara keseluruhan dikerahkan untuk melayani semua individu. Semua jenis lebah bermasyarakat melakukan penggudangan makanan di sarang‑sarangnya untuk memberi makan anak‑anak dan seluruh anggota masyarakat lebah. Makanan itu disimpan di sel‑sel khusus tempat penyimpanan. Di dalamnya ia membangun sumur‑sumur dan tempat penyimpanan makanan. Umur dari ratu jenis lebah ini lebih panjang dari umur lebah penyendiri betina kerana tugas khususnya menghasilkan telur dan para pekerja lebah melakukan perawatan terhadap ratu ini.

c. Lebah Kekanak‑kanakan (ath‑Thufaili)

Lebah jenis ini tidak membuat sarang sendiri dan tidak pula menyimpan makanan tetapi menempatkan telur‑telumya di sel lebah jenis penyendiri atau lebah jenis bermasyarakat. Dengan demikian bibit‑bibitnya mendapat makanan dari usaha orang lain sehingga akhirnya muncul serangga lengkap yang terdiri dari jantan dan betina.

Sarang dan Tempat TInggal Lebah

Firman Allah menyebutkan:

“Supaya kamu mengambil rumah (tempat tinggal) di bukit‑bukit, di pohon‑pohon dan di mana mereka tinggal.”

Kebanyakan ahli tafsir sepakat mengatakan bahawa Allah SWT telah menciptakan lebah dan menjadikan rumah‑rumahnya di bukit‑bukit, di pohon‑pohon kayu, di atap‑atap atau dinding‑dinding rumah dan lain‑lain. Sarang lebah dinamakan rumah adalah karena lebah mempunyai cara hidup menakjubkan yang dikendalikan pencipta‑Nya secara teliti dan rapi yang membingungkan otak manusia. Ia kadang‑kadang juga dinamakan awkar (kata jamak dari wakr), yang Juga berarti sarang atau tempat tinggal. Asal-usul rumah adalah untuk tempat tinggal manusia dan kata wakr digunakan di sini untuk tempat tinggal yang dibangun lebah sehingga ia dapat mengeluarkan madunya, yang mirip dengan rumah buatan manusia kerana adanya perencanaan yang baik dan pembahagian yang benar.

Kalimat wa min asy‑syajari wa mimma ya’risyun “di pohon-pohon dan di tempat‑tempat yang mereka tinggikan” bererti chrome yang ditinggikan atau ditempatkan di tempat tinggi oleh manusia, seperti diriwayatkan oleh Ibnu Zaid dan lain‑lain. Ia berarti atap, seperti diriwayatkan oleh ath‑Thabari dan lain‑lain. Oleh sebahagian ahli tafsir kata min (dari) dalam ayat di atas bereti min tab’idh (di antara, antara lain, termasuk). Sesuai individu-individu dan bahagian‑bahagiannya, maka lebah tidaklah membuat tempat tinggal pada setiap pohon, bukit dan tempat yang ditinggikan. la tidak membuat tempat tinggal pada setiap tempat yang disebutkan tersebut. Tafsiran rumah dengan apa. yang dibangun oleh lebah adalah tafsiran yang dipegang oleh lebih dari seorang mufassir. Abu Hayyan mengatakan bahwa yang dimaksud tampaknya adalah ruang‑ruang yang terbentuk di bukit‑bukit, dalam rongga pohon, sel‑sel yang dibuat manusia untuk lebah dan ruang‑ruang yang ada di dinding. Az-Zamakhsyari mengatakan bahawa isyarat menunjukkan bahawa rumah bukanlah ruang, tetapi tempat yang dibuat oleh lebah. Ia mengatakan: Saya menginginkan pengertian al‑ba’dhiyyah (di antaranya; antara lain) dan bahawa rumah‑rumah itu tidak dibuat pada setiap bukit, pohon dan apa yang ditinggikan. Kata yarasya bererti hayya’a (membentuk).

Sedangkan dalam hubungannya dengan sains dalam bidang ini, maka firman Allah dalam surat an‑Nahl ayat 68 tersebut, termasuk gaya bahasa tinggi (al‑balaghah) dan kemukjizatan yang menarik perhatian. Penggunaan kalimat anittakhidziy dalam bentuk mu’annats kerana kata nahl adalah kata benda jenis yang dapat dipandang mudzakkar dan mu’annats. Dari segi lain ungkapan dengan mu’annats di sini barangkali sesuai dengan tabiat kehidupan lebah. Lebah betina lah yang melakukan segala usaha dan pekerjaan di koloni‑koloni lebah. Sedangkan lebah jantan tidak melakukan pekerjaan selain kahwin saja, yang tidak muncul kecuali menjelang masa kahwin, setelah itu ia mati dan punah.

Dalam. ayat 68 surat an‑Nahl ada ungkapan atau petunjuk kepada tempat tinggal lebah; iaitu topik besar yang memerlukan huraian panjang. Bukit secara bahasa menunjukkan dan mengandungi pengertian bumi, batu granit, bukit‑bukitan, gua dan benda‑benda yang terbentuk akibat faktor‑faktor penggundulan seperti tanah dan seterusnya. Sedangkan pohon juga menunjukkan dan memasukkan bahagian‑bahagian pohon seperti dahan, ranting, daun dan seterusnya. Begitu juga benda‑benda yang terbikin dari kayu seperti papan dan sebangsanya.

Sedangkan yang dimaksud dengan Wa maa ya’risyuun adalah benda‑benda yang digunakan dalam pekerjaan membuat atap atau sarang. Tidak ada yang lebih menunjukkan akan keajaiban ilmiah Al‑Quran dan pencakupan Al‑Qur’an terhadap semua hal yang mungkin dilakukan oleh lebah untuk membuat tempat tinggal, seperti telah disebutkan terdahulu.

Berdasarkan keterangan terdahulu tentang jenis‑jenis lebah tersebut mirip dengan manusia dalam kebiasaan membuat rumah. Satu kelompok lebah mem­punyai pekerjaan khusus dalam membangun rumah tanpa bantuan kelompok yang lain, namun perbezaannya dengan manusia adalah hal tabiat spesialisasi ini, dimana pada lebah merupakan instink dan pada manusia sebagai usaha berencana. Jadi tabiat membentuk manusia (setiap individu manusia) yang berisikan kesediaan fithri (alami). Kesanggupan mendapat keahlian dalam membangun dengan ilmu dan pengalaman bila ia menginginkannya. Sedangkan pada lebah, maka pada semua kelompok lebah (kecuali lebah kekanak‑kanakan) terdapat sejumlah individu khusus yang sanggup sendiri tanpa bantuan kelompok lain dalam membangun rumah untuk melayani seluruh kelompok.

Spesialisasi ini sesungguhnya berasal dari tabiat instink yang tidak dimiliki kecuali oleh satu kelompok lebah saja. Setiap kelompok mempunyai gaya berbeza dalam membangun rumah yang tergantung kepada tabiat dan cara hidup serta lingkungannya. Alangkah kreatifnya ciptaan Allah Yang Maha Bijaksana, Maha Pencipta. Benar, ini adalah bukti kebenaran Allah. Apakah manusia tidak memikirkan dan mendalaminya?

Untuk lebih menjelaskan hal‑hal yang diterangkan oleh sains, berikut ini adalah beberapa sorotan atas setiap kelompok lebah yang mempunyai ciri dan perbezaan dalam sistem kehidupan dan perbezaan tempat tinggal. Kelompok pertama, iaitu kelompok penyendiri atau darat dan kelompok kedua, iaitu lebah bermasyarakat, mempunyai ciri dalam membuat sarang tempat tinggalnya, sedangkan kelompok ketiga, iaitu lebah kekanak‑kanakan, tidaklah membuat sarangnya kerana ia hidup biasanya di atas kelompok lain. Kerana itu pembicaraan akan dipusatkan pada dua kelompok pertama saja. Berikut ini adalah kajian terhadap tingkah laku berbagai jenis lebah dalam membuat sarang.

Lebah Penyendiri atau Darat

Pemilihan tempat sarang

Pada lebah darat, penjagaan terhadap anak dimulai dengan pemilihan tempat yang sesuai untuk membangun sarang di mana tersedia sarana. pemeliharaan, penjagaan dan kelangsungan. Ini mirip sekali dengan apa yang terjadi pada keadaan lebah bermasyarakat sewaktu menyatu.

Faktor‑faktor pemilihan tempat yang sesuai

Tersedianya sumber bibit‑bibit pembuahan dan nektar. Dekat dengan sumber air (seperti pada banyak keadaan lebah Anthophora dan Megachile). Dekat dengan tumbuh‑tumbuhan (yang mempunyai daun dengan sifat‑sifat khusus) atau serat atau tanah lainnya (seperti lebah Megachile pada umumnya).

Lebah penyendiri pada umumnya kembali ke sarang asli dari mana ia berasal untuk membangun kembali sarangnya di samping sarang moyangnya. Gejala terakhir ini tampak jelas pada beberapa jenis lebah penyendiri yang membuat sarang di tanah dalam kerumunan yang terdiri dari beberapa ribu sarang yang berdekatan (koloni) seperti pada jenis lebah andrenids, antnonora dan lain‑lain.

Tempat‑tempat pembuatan sarang

Terdapat perbezaan di antara berbagai Lebah tentang tempat pembuatan sarang. Sebahagian jenis lebah darat yang disebut lebah masoni, membuat sarang­nya di celah‑celah batu atau menempelkan sarangnya ke pokok kayu atau atas bangunan atau di celah‑celah khusus. Sebahagian jenis lebah menggali sarangnya dalam bahan‑bahan yang berasal dari tumbuh‑tumbuhan. Sebahagiannya membuat jalan dalam kayu yang lunak seperti cabang‑cabang pohon, khususnya pohon yang telah mati. Sebahagian yang lain membuat sarang di pokok tumbuh‑tum­buhan dan sampai ke kayu yang lunak lengan usaha peribadinya, seperti lebah megachile. Ia kadang‑kadang memanfaatkan celah‑celah atau lubang‑lubang yang ada pada tumbuh‑tumbuhan.

Sebahagian jenis lebah menggali terowongannya dalam kayu yang telah mati atau hampir kering seperti lebah kayu besar xylocopa. Sebahagian lebah membuat terowongan pada buah‑buahan seperti lebah kayu kecil Ceratina. Kebanyakan jenis lebah penyendiri seperti pada lebah penggali (digger bee) hidup di tanah atau di atas lapisan yang mempunyai tanah seperti dinding yang dibuat dari tanah liat, seperti lebah Megachile submucida. Barangkali pula tanah yang digalinya itu adalah tanah berbongkah‑bongkah atau keras atau pasir atau tanah liat. Terbukti bahawa lebah yang hidup di tempat‑tempat di mana tingkat kelembaban merupakan salah satu faktor utama, maka lebah yang membangun sarang di sini mampu menjaga diri dari faktor‑faktor ini (seperti lebah pemakan daun Megachile dan lebah kayu besar Xylocopa atau membangun sel dari bahan anti air, misalnya dari sejenis bahan dalam cabang pohon.

Mengenai jenis‑jenis lebah yang membuat kamar‑kamar sarangnya sendiri (seperti pada kebanyakan jenis lebah darat), tidak dapat diragukan telah melakukan pekerjaan yang banyak sekali. Hal itu kerana lebah jenis ini harus menggali tanah dalam jumlah besar yang juga sebahagiannya harus dibuang sewaktu membersihkan kamar yang ada dari semula. Kelompok lebah jenis ini tidak terbang jauh dari sarang untuk memindahkan tanah yang digalinya, tetapi cukup untuk melemparkannya keluar sarang dan kadang‑kadang membiarkannya di pintu masuk sarang.

a. Cara Menempatkan Hasil Galian

Dalam mengeluarkan hasil galian, maka ia turun satu‑satu bila tempat penggalian itu miring. Bila tempat itu datar maka kelebihan‑kelebihan galian akan berbentuk onggokan yang berbeza bentuknya sesuai dengan perbezaan jenis.

Bentuk onggokan akan berhenti di tempat bukaan sarang (terowongan) yang barangkali di pusat onggokan atau jauh dari pusat dan kadang‑kadang juga di luar onggokan. Dengan demikian onggokan‑onggokan ini dapat dibezakan dengan bukaan utama atau kejauhan dari onggokan. Bentuk onggokan setelah itu dibezakan arah terowongan masuk yang kadang‑kadang vertikal atau dengan sedikit kemiringan atau banyak kemiringannya. Kerana itu, sisi onggokan itu tidak sama seperti pada lebah Dasypoda plunipes atau sama satu sisi seperti pada lebah Teralonia mulvae atau sama dua sisinya seperti pada lebah Colletes cunicularius.

b. Lubang Masuk

Pada beberapa keadaan, tanah hasil galian terowongan atau bagian‑bagian lainnya digunakan untuk membangun sarana‑sarana khusus seperti saluran masuk dan jalan melingkar menuju sarang. Saluran masuk tidak lain adalah perpanjangan langsung dari terowongan yang ada di luar tanah dan berhubungan dengan tanah pada bagian fondasinya. Sedangkan sisi yang lain adalah lubang udara. Pada beberapa keadaan, fondasi tertumpu pada landasan khusus,seperti pada lebah Antophora parictina.

c. Pipa‑pipa Masuk

Pipa ini dibuat kadang horizontal atau vertikal atau miring sekalipun biasanya ia berbentuk vertikal dan biasanya atap bagian luar dari pipa itu kasar dan bagian dalamnya halus.

d. Terowongan‑terowongan Masuk

Di antaranya kita melihat bahwa ketika jenis‑jenis lebah membuat terowongannya, maka setiap jenis mengarah kepada pembuatan sarang dengan cara khusus yang berbeda dari cara jenis‑jenis lain.

e. Terowongan‑terowongan Bawah Tanah

Fungsi terowongan utama adalah untuk membelah bidang di mana sarang dibuat dan menjauhkan kamar-kamar dari bahaya-bahaya musuh serta memungkinkan jamur (anak lebah) untuk tumbuh dalam kondisi panas, kelembaban dan lain‑lain yang paling cocok. Kedalaman terowongan utama sangat berbeda, bahkan dalam satu jenis, kedalamannya berbeda antara beberapa cm pada keadaan lebah Andrena bicolor. Pada keadaan lebah Augochlora humeralis ditemukan bahwa terowongan itu sampai pada kedalaman 4‑5 kaki, bahkan pada beberapa keadaan ia membelah tingkat air bumi juga ditemukan bahwa satu jenis lebah barangkah menggali terowongannya di tanah yang berderai dengan kedalaman dua kali terowongan yang digali di tanah keras. Pada lebah Collects cunicalarius, misalnya panjang terowongan pada tanah yang keras mencapai 12 cm saja, tetapi mencapai 28 cm pada tanah pasir yang berderai.

Pembagian Kamar Utama

Bagian Pertama

Bagian pertama membentuk saluran masuk, kemudian bagian tempat tinggal. Saluran masuk dimulai dari pmtu terowongan dan biasanya terus sampai ke bagian paling bawah dan bila pada level‑level vertikal ia kadang‑kadang sampai ke bagian paling atas.

Pada beberapa jenis seperti pada lebah Teralonig malvee maka ia membuat sudut yang jelas bersama bagian berikutnyaya dari terowongan itu. Kegunaan lekukan pada terowongan utama adalah mencegah bertumpuknya tanah dan bahan‑bahan yang tidak diinginkan di rongga terowongan

Bagian Kedua

Bagian kedua membentuk saluran sampingan. Bagian ini biasanya dimulai dari sisi bawah saluran tempat tinggal. Tampaknya ia tidak mempunyai hubungan dengan garis tengah terowongan dan bentuk bidang tempat ia dibuat, tetapi tergantung pada dasamya kepada ukuran lebah dan jenis sarang. Kadang‑kadang terowongan‑terowongan yang dibuat di pasar tumbuh‑tumbuhan sempit sekali sehingga lebah tidak dapat mengubah arah di dalam sarang dan terpaksa mundur dengan punggungnya menuju ke luar sarang supaya dapat keluar. Biasanya terowongan‑terowongan sempit yang dibangun di pasar tumbuh‑tumbuhan ini merupakan saluran satu‑satunya yang menghubungkan kepada semua kamar.

f . Sel‑sel dan Cara Pembuatannya

Pada berbagai jenis lebah, baik lebah penyendiri, lebah bermasyarakat atau lebah kekanak‑kanakan, setiap anak lebah memerlukan kamar terpisah untuk dapat besar. Berdasarkan ini, kamar adalah bagian yang paling penting dari sarang dan dalam kenyataannya adalah bagian satu‑satumya yang diperlukan dalam sarang.

Sistem Penempatan Sel‑sel dalam Sarang

Terdapat perbedaan sistem dalam menempatkan sel‑sel pada sarang. Pada lebah kayu besar xylocopa misalnya ia menempatkan sel‑selnya secara berdampingan dan berhimpitan dalam sebuah urutan teratur. Lebah mulai keluar dari sel pertama, kemudian sel kedua dan seterusnya. Pada lebah Andrenida, ia membangun sel‑selnya secara terpisah di akhir terowongan‑terowongan yang terpecah dari terowongan utama. Sedangkan lebah anthrophorines membangun sel‑selnya di ruang‑ruang dan lubang‑lubang.

Pada kebanyakan jenis lebah penyendiri kecuali megachilidae, sel‑sel diselimuti dengan tutup tipis dari bahan sejenis lilin atau varnish yang anti air. Bahan ini berasal dari air ludah pada lebah Andrenida halictids dan bahan berasal dari dalam perut pada beberapa jenis anthrophorines. Sel‑sel khusus pada megachilidae bekerja dari bahan‑bahan aneh yang bukan berasal dari dirinya. Kebanyakan keluarga ini menggunakan daun‑daun kayu atau potongan daun atau menggunakan serpihan atau serabut bunga. Sebagiannya menggunakan tanah. Pada serangga trachusa, ia menggunakan daun‑daun yang direkat dengan lilin atau damar.

Lebah Neteranthidium menggunakan pasir yang diaduk menjadi menyatu dengan damar dan serangga serapista menggunakan jerami atau batang tumbuh-tumbuhan pada lubang‑lubang dalam tanah. Pada lebah osmia, sebagiannya menggunakan tanah liat dan sebagian yang lain menggunakan bahan‑bahan dari daun kayu yang ditempelkan dan bagian yang lain lagi menggunakan kedua-duanya.

Bahan Bangunan Sel

Terdapat perbedaan besar di antara. berbagai jenis lebah dalam menggunakan bahan‑bahan untuk membangun kamar‑kamar. Faktor pertama dalam perbedaan ini adalah tempat dari mana bahan ini dibawa oleh lebah. Apakah ia membawanya dari dalam sarang atau dari dekat sarang atau jauh dari sarang. Bertolak dari sini terdapat dua cara tertentu untuk membangun kamar‑kamar. Cara pertama dalam membangun kamar‑kamar adalah dari bahan‑bahan dalam sarang dan cara kedua dari luar bahan‑bahan sarang.

Tampaknya tidak terdapat banyak kondisi di mana bagian‑bagian kamar dibangun dari dalam sarang dan bagian‑bagian dari luar sarang kecuali bila itu dalam pembangunan berbagai kamar atau bagian sarang. Lebah trigona misalnya membangun kamar‑kamar tempat membesarkan anak‑anak dari bahan yang dibuat di dalam sarang yaitu lilin. Sedangkan kamar‑kamar yang lain yaitu tempat penyimpanan madu dibuat dari bahan‑bahan yang berasal dari kamar yang dibawa dari luar sarang.

Bagaimanapun terdapat bahan‑bahan yang digunakan untuk membasahi bahan‑bahan yang keras yang digunakan dalam pembangunan. Bahan‑bahan ini adalah air dan air ludah yang kadang‑kadang digunakan sebagai bahan pelekat. Pada bahan‑bahan bangunan yang digunakan dari dalam sarang biasanya bersumber dari dinding ruang sarang baik metalik (sumbemya tanah) atau tumbuhan atau diproduksi dari kelenjar‑kelenjar lebah itu sendiri.

Dalam beberapa keadaan kedua sumber itu sama‑sama digunakan untuk membangun kamar yang sama, tetapi bukan campuran dari kedua sumber, dimana terdapat dua lapisan, salah satunya domestik dan yang lain ekstemal.

Biasanya lapisan luar pada dasamya dibuat dari inti pembuat sarang atau sedikit dicampur dengan cairan‑cairan dari kelenjar‑kelenjar atau campuran air dengan air ludah sebagai bahan perekat. Sementara. itu lapisan dalam yang membentuk dinding dalam kamar sebenamya semua dibentuk dari cairan kelenjar‑kelenjar lebah. Dengan demikian kamar dari dalam selalu tampak licin. Bila kita analisis lapisan dalam dari kamar‑kamar ini secara. teliti kita akan menemukannya tersusun dari dua jenis:

Jenis Pertama. Seperti pada lebah tetralonia, halictus dan andrena berbentuk sutera yang dapat lebur dalam ether dan chloroform dan bersenyawa meningkatkan temperatur udara sedikit.

Jenis kedua. Bahan ini sangat berbeda. Tampaknya lebah menyemprotkan bahan lilin dan kelenjar‑kelenjar di perutnya. Sedangkan kamar‑kamar yang dibangun dari bahan‑bahan berasal dari luar, seperti pada lebah pembangun dan lebah menetap biasanya dari bahan‑bahan yang berasal dari metal, tumbuh-tumbuhan dan hewan.

(1).Dari sumber‑sumber metalk terdapat berbagai jenis lebah Osmia yang membangun kamar‑kamar dari tanah liat yang merekatnya dengan bahan perekat yang dibuat sendiri oleh lebah ini dari tanah kering dan air ludah. Pada keadaan yang lain ia menggunakan. bagian‑bagian terbesar bersama tanah liat seperti biji‑biji kecil kuartis.

(2).Dari sumber‑sumber nabati antara lain dari cairan‑cairan nabati alami seperti bahan‑bahan damar atau lilin atau berbagai jenis sari tumbuhan. Kadang‑kadang juga digunakan beberapa bagian tumbuh‑tumbuhan setelah mengaduknya dan contoh paling jelas untuk itu adalah adonan hijau yang digunakan untuk membuat dinding sarang lebah yang terdiri dari potongan‑potongan tanaman kecil hijau setelah melumatkan dan mengubahnya menjadi adonan.

Termasuk dalam hal ini keadaan potongan‑potongan daunan tumbuh‑tum­buhan berbentuk telur, bundar atau tidak teratur yang digunakan oleh ba­nyak jenis lebah megachile dan potongan‑potongan berbentuk pita yang digunakan oleh Lebah Trachusa corratule serta daun‑daun sempurna. Dari cabang‑cabang baru tumbuh‑tumbuhan yang digunakan oleh berbagai jenis lebah megachile. Di samping jaringan‑jaringan hijau yang sudah disebutkan juga terdapat bagian‑bagian hijau nabati lainnya yang kadang‑kadang di­gunakan untuk membangun sarang misalnya beberapa jenis lebah anthi­dium yang menggunakan sampah‑sampah daun beberapa. tanaman yang masih hidup atau telah mati atau kering yang diangkutnya. Juga terdapat beberapa jenis lebah osmia dan megachile yang menggunakan bagian‑bagian rontokan bunga‑bunga berwama. kuning, merah dan putih. Juga terdapat bukti‑bukti yang menunjukkan bahwa pada beberapa keadaan lebah me­ngumpulkan dan menggunakan buangan‑buangan keluarga yang disusun. Juga disaksikan keadaan‑keadaan di mana digunakan bunga sari sebagai penutup bagian dalam kamar‑kamar.

Cairan‑cairan yang berasal dari binatang (kotoran temak) seperti sapi dan onta, seperti pada lebah osmia tricornis, hewan ternak seperti kambing, kelinci dan barangkali juga serigala.

Kepala lebah, seperti pada lebah anthidium

Kulit kerang kecil seperti pada lebah Osmia caecmentsoria

Dapat juga ditambahkan di sini bahwa beberapa lalat jenis Agenia meng­gunakan jaringan lebah‑lebah sebagai bahan membangun kamar‑kamamya.

Ketiga sumber di atas digunakan oleh lebah, baik lebah penyendiri atau lebah bermasyarakat. Berikut ini adalah beberapa contoh tentang itu:

a.Kamar‑kamar yang dibangun oleh salah satu jenis megaebik yang membentuk lapisan luar dari dinding kamar terbuat dari bahan yang berasal dari metal dan lapisan dalam terbuat dari bahan‑bahan damar (yaitu mempunyai sumber nabati)

Kamar yang dibangun oleh satu jenis lebah trachuse dinding luar terbuat dari potongan‑potongan pita dari daun kayu dan bagian dalam juga dari bahan‑bahan yang berasal dari damar. .

Kamar satu‑satunya yang terkenal pada serangga Osmia oninides ferton, lapisan luar dibuat dari potongan rontokan sejumlah tumbuhan. Warnanya kuning pada bagian luar dan merah ketika kita telah mendekati bagian dalam. Kamar itu dilicinkan dari dalam dengan lantai metalik.

Kamar‑kamar beberapa jenis anthidium terbuat dari bahan‑bahan dammar yang diisi dengan butiran‑butiran kecil tanah dan kepala lebah yang telah kering.

Bentuk Sel

Sel‑sel dapat diterangkan dengan salah satu dari dua cara:

Sesuai panjang lorong masing‑masing.

Sesuai hubungan kamar‑kamar dengan ruangan yang melingkarinya.

Rongga Kamar‑Kamar

Besar rongga atau kekosongan sel sampai ke batas tertentu dipengaruhi oleh besamya lebah yang membuat sel. Besarnya juga ditentukan oleh faktor-faktor selain itu. Secara umum kamar‑kamar dapat dibedakan antara kamar-kamar yang kecil sekali, kamar‑kamar yang luas dan kamar‑kamar biasa yang berukuran sedang. Pada lebah Teralonia malvae, sel itu kecil sekali sampai dipenuhi sama sekali oleh anak‑anak lebah yang telah dewasa dan bila anak lebah ini diangkat, maka mustahil mengcmbalikannya lagi ke dalam sel. Sementara lebah Dasypoda plamipes tidak memenuhi kecuali sebagian kecil saja dari selnya.

Tampaknya di antara faktor‑faktor utama yang penting yang mempengaruhi volume kekosongan atau rongga sel adalah cara menyuplai makanan (jenis makanan dan kuantitas makanan).

Arah Kamar‑kamar

Biasanya keadaan sel dalam ruangan dipandang menurut arah poros bujur dalam hubungannya dengan poros vertikal. Berdasarkan ini, maka sel itu vertikal, miring dengan sisi vertikal dan dengan demikian miring ke bawah atau ke atas atau horisontal.

Secara umum, sel‑sel lebah yang sejenis biasanya diarahkan dengan cara tertentu. Di antara contoh lebah penyendiri yang membangun kamar‑kamar horisontal atau mendekati horisontal adalah lebah teralonia dan nomia. Sedangkan arah kamar lebah bermasyarakat bombus dan trogona dipengaruhi oleh tempat‑tempat membuat sarang.

Urutan Pembuatan Kamar‑kamar

Lebah secara umum membangun sel‑sel atau kamar‑kamamya menurut salah satu dari dua sistem. Pertama, ia membangun kamar satu demi satu sampai selesai. Kedua, ia membangun kamar‑kamar secara keseluruhan dalam waktu yang sama. Sering sekali bahwa jenis lebah penyendiri membangun sarangnya dengan cara pertama dan lebah jenis bermasyarakat membangun sarangnya dengan cara kedua. Berikut ini adalah berbagai cara untuk membagi kamar-kamar atau sel‑sel:

A. Menurut Fungsi Kamar

1. Kamar yang ditempati terbagi kepada:

a. Kamar Jantan

b. Kamar Betina

c. Kamar Pembantu

d. Kamar Kelompok

2. Kamar yang tidak ditunggui terbagi kepada:

a. Kamar untuk gudang

b. Kamar tambahan

B. Menurut Bentuk:

1. Panjang

2. Pendek

3. Berbentuk beraturan

4. Berbentuk tidak beraturan

5. Dua sisinya sama

6. Porosnya sama

7. Tidak sama

C. Menurut Bahan Pembuat Bangunan:

1. Bahan Nabati

2. Bahan Metalik

3. Bahan Hewani

D. Menurut Rongga Sel:

1. Sempit

2. Cukup Luas

3. Luas

E. Menurut Arah:

1. Horisontal.

2. Miring ke bawah

3. Vertikal

4. Miring ke atas

E Menurut Urutan Pembuatan:

1. Sel demi sel

2. Sejumlah sel dalam waktu yang sama

Suplai Makanan untuk Sarang

Lebah jenis penyendiri menyuplai kamar‑kamamya dengan makanan secara sempuma dan sering sekali dengan jenis‑jenis makanan yang berasal dari bahan-bahan nabati seperti nektar dan bibit pembuah dan sering juga dicampur dengan cairan‑cairan dari kelenjar air ludah. Pada jenis lebah bermasyarakat juga menyuplai kamar‑kamamya dengan cara ini, tetapi dengan beberapa. pengecualian seperti dalam hal makanan raja yang disemprotkan oleh lebah pembantu dari kelenjar pada sel‑sel di mana ratu‑ratu lebah madu dibesarkan, yang menggantikan sama sekali fungsi nektar dan bibit‑bibit pembuah. Lebah biasanya mendapatkan bahan karbohidrat dari nektar dan mendapatkan bahan protein dari bibit pembuah atau cairan dari berbagai kelenjar.

Penutupan Sel (Kamar)

Setelah selesai menyuplai sel dengan makanan dan menempatkan telur di dalam sel, lebah penyendiri biasanya menutup sel itu. Sesuai dengan kebiasaan yang banyak ditemukan di antara lebah‑lebah penyendiri, sel langsung ditutup setelah meletakkan telur dalam sel itu.

Sesuai dengan penetrasinya terhadap kelembaban, maka tutup sel dapat digolongkan kepada dua jenis:

1. Jenis yang dapat dimasuki oleh kelembaban seperti pada lebah jenis Halictus, Andrena dan Osmia.

2. Jenis yang tidak dapat dimasuki oleh kelembaban, seperti pada lebah jenis Colletes, Chalicodoma dan Anthophara.

Menurut tingkatan keserasian, tutup itu juga dapat digolongkan kepada dua jenis:

1. Pintu Terkunci

Terdiri dari bagian‑bagian atau bagian‑bagian kecil terpisah yang tidak bersenyawa yang teronggok secara tidak beraturan pada gerbang masuk sel. Tutup jenis ini jarang sekali kelihatan, kecuali pada lebah jenis Halictus dan Anthidium.

2. Tutup Menyatu

Terdapat pada hampir semua jenis lebah. Ia terdiri dari bagian‑bagian kecil yang disusun dengan cara tertentu dan sebagiannya biasanya bergenyawa atau terdiri dari bagian‑bagian lengkap dari berbagai bahan seperti pada lebah Colletes, Andrena dan Megachile.

Setelah menutup sel sebagian jenis lebah membuat berbagai jenis hambatan untuk sampai kepada sel. Misalnya dengan membangun onggokan‑onggokan dari partikel‑partikel yang biasanya ditinggalkan tanpa melekat dan tanpa aturan sehingga memenuhi jalan menuju ke sel dan dengan demikian menghambat lalu lintas lebah yang lain.

Jumlah, Kamar dalam Sarang

Sedikit sekali lebah jenis penyendiri yang membuat sarang terdiri dari satu sel saja. Contoh penting dari lebah jenis ini adalah Osmia papevaria juga terdapat beberapa jenis yang membuat sarang terdiri dari dua kamar, kamar pertama sebagai kamar utama dan kamar kedua sebagai kamar tambahan.

Jumlah kamar berbeda sesuai dengan perbedaan kondisi luar seperti besar kamar dan bidang tempat membuat sarang. Ia juga berbeda sesuai dengan per­bedaan kondisi dalam seperti instink membangun sendiri atau usia lebah. Dalam keadaan‑keadaan seperti ini, jumlah kamar biasanya antara 5 dan 6 kamar. Jumlah sampai 10 kamar pada lebah jenis Andrena binaculata, 15 kamar pada lebah jenis Chalicodma muraria dan Osmia, 17 kamar pada jenis lebah kayu kecil Ceratina, dan 19 kamar pada lebah kayu besar Xylcopa. Semua angka ini tentu saja

menunjuk sarang lebah penyendiri yang dibangun oleh individu tunggal. Sedang­kan sarang‑sarang bertingkat‑tingkat yang dibangun oleh sejumlah individu secara khusus lebah bermasyarakat yang telah kita terangkan, sering terdiri dari sejumlah kamar yang sampai ratusan atau ribuan buah.

Urutan Kamar dalam Sarang

Biasanya susunan kamar sudah tertentu. Kamar‑kamar itu mungkin betul-betul terpisah, atau sedikit saling berhubungan, atau berganda. Bila hubungannya sederhana, terdapat satu jalan menuju kamar, dan bila berhubungan ganda, barangkali terdapat dua jalan atau lebih. Pada lebah penggali (digger bees), maka kamar‑kamar sarang berhubungan antara satu dengan yang lain melalui terowongan utama menuju kamar‑kamar dan melalui terowongan‑terowongan sampingan untuk setiap kamar terpisah. Urutan menurut cara ini bersimpang siur. Dalam kesimpangsiuran itu dapat dibedakan mana jalan‑jalan yang maju ke depan, yang mundur ke belakang dan yang tetap bila diukur dengan kedalaman dan panjang terowongan utama ketika jumlah sel (kamar) bertambah.

Contoh kesimpangsiuran yang banyak adalah pada lebah Halictus. Hal itu karena hubungan antara sel‑sel pertambahan jumiah dan terowongan utama tidak jelas. Contoh kesimpangsiuran yang maju ke depan adalah seperti yang terdapat pada lebah Systropha. Contoh kesimpangsiuran yang mundur ke belakang adalah seperti yang terdapat pada lebah Colletes cunicitarius. Juga mudah ditemukan kesimpangsiuran mengikuti putaran jarum jam atau melawannya. Namun ini tidak begitu penting bila dibandingkan dengan cmpat cara kesimpangsiuran yang telah disebutkan, karena terdapat pilihan di antara beberapa cara ini, bahkan di antara puak‑puak dari satu jenis.

Juga terdapat perbedaan mengenai cara urutan kamar pada level horisontal dan vertikal dalam sarang yang sama. Terdapat kamar‑kamar yang membuat sudut dengan level horisontal dan vertikal serta pada beberapa keadaan sudut yang dibuat itu melindungi sel‑sel pada kedua level secara permanen dalam satu sarang. Barangkali pula hubungan antara kamar‑kamar itu bersifat sempuma sehingga hilang sama sekali dinding sel yang membujur, seperti pada sarang lebah (qarsh al‑asal;honeycomb).

Sel‑sel juga tersusun antara cara urutan sarang lebah dan cara urutan garis atau bersimpangsiur. Pada lebah Osmia coerulescens yang mengisi ruang sarang, maka kamar‑kamar sering berhubungan antara satu dengan yang lain. Itu tidak hanya pada jalan ujung saja, seperti pada keadaan urutan garis yang lurus, tapi juga melalui jalan dinding yang membujur, seperti pada keadaan sarang lebah. Menurut cara garis lurus, ini dinamakan berbaris banyak. Pada lebah Osmia fucunda dengan mengesampingkan besar dan bentuk ruang (seperti pada urutan‑sarang lebah), sering saling berhubungan antara satu dengan yang lain melalui garis lurus ini disebut himpunan luruh. Diamati bahwa urutan kamar‑kamar pada sarang lebah bertahap dalam bersimpangsiuran, lebih banyak dari apa yang ada pada garis lurus.

Bentuk yang jarang ini terdapat dalam sarang‑sarang di mana kamar‑kamar dihubungkan secara teratur melalui sisi‑sisi yang terdapat pada ruang. Inilah yang disebut kamar pendidikan (penjagaan) yang pada dasarnya meru­pakan perekatan berbagai terowongan samping yang pendek. Pada sarang‑sarang ini sel‑sel tersusun pada kamar‑kamar. Sistem seperti ini terdapat pada lebah Halictus dan pada beberapa jenis lebah yang membuat sarang madu pada tanah.

Penutupan Sarang

Setelah sel‑sel selesai dibangun dalam sarang, maka lebah menutup sarang melalui sebuah tutup yang disebut tutup sarang. Ini terjadi pada semua jenis dan bangsa lebah selain jenis Ceratina dan Xylocopa. Kedua jenis ini dikecualikan dari kaidah. Hal itu karena lebah akan terus bekerja di sarang sampai tenaganya habis. Dengan demikian, lebah itu akan tetap di gerbang masuk supaya ia dapat mempertahankannya sebisa mungkin.

Di samping adanya proteksi alami bersifat mekanis, seperti ditemukan pada lebah bermasyarakat, terdapat apa yang disebut kuburan lebah yang masih hidup seperti pada jenis Lithurgus. Ia juga tidak menutup sarang dan tutup jarang yang diletakkan dari dalam sehingga mengurung lebah itu sendiri didalam sarang. Di antara contoh‑contohnya adalah apa yang dilakukan oleh lebah Andiena ovina yang membangun sarang madu di tanah, kemudian lebah itu meninggalkan sarang pada akhimya.

Tutup sarang dan kamar terbagi tiga:

1. Tutup yang kokoh

2. Tutup yang tidak kokoh

3. Tutup bercampur

(1)Tutup yang kokoh adalah melalui rekatan partikel‑partikel antara yang satu dengan yang lain, yang sering mencakup partikel‑partikel lebar yang terpisah satu sama lain di akhir sel dengan adanya jarak‑jarak yang kosong. Keadaan seperti ini terdapat pada lebah menetap dan lebah Mason, seperti pada Osmia globicola dan Chalicodoma.

(2)Tutup jenis kedua,dibangun dari partikel‑partikel yang tidak melekat dengan partikel lain, sekalipun bersenyawa seluruhnya, yang tampak seperti onggokan yang menyatu pada gerbang masuk sarang. Sistem ini terdapat pada lebah penggali seperti Andrena, tetralonia dan lebah Antrophora dan terdapat dalam persentase kecil pada lebah Ceratina.

(3) Jenis ketiga, campuran menghimpun antara yang kokoh dan tidak kokoh.Ia mencangkup onggokan tanah, partikel‑partikel yang bertaut, dipadatkan atau lainnya. Pada beberapa keadaan, ia berhubungan dengan suatu kum­pulan atau sistem tertentu dari pintu‑pintu. Contohnya adalah lebah Antrophora acervarum dan lebah Osmia leucomelaena.

Tutup sarang yang tidak kokoh tersusun dari bahan yang sama yang menjadi komposisi tutup kamar pada sarang. Perbedaan satu‑satunya, pada pintu sarang, bahan pada pintu sarang diambilkan dari bagian depan sarang di mana tidak mungkin membuat terowongan baru. Ini mengakibatkan adanya penurunan tajam pada salah satu sisi galian atau kamar di permukaan, seperti pada Tetraloniamalvae dan Anthaphera accervorum.

Pekerjaan Tutup Sarang

Jenis tutup sarang yang tidak kokoh terbuat dari bahan‑bahan yang diambil dari saluran gerbang masuk. Sedangkan bagian yang tidak kokoh pada jenis tutup campuran dibuat bahan‑bahan yang sama yang menjadi komposisi sel, seperti pada lebah Osmia parvols. Ia membuat onggokan‑onggokan antara sel-sel dan partikel‑partikel sumsum betis yang juga digunakan untuk pembuatan sarang.

Pada beberapa keadaan, bagian akhir sel kadang‑kadang berubah menjadi tutup dan pada ruangan sel yang diubah kadang‑kadang ditempatkan benih pembuah. Tutup sarang kadang‑kadang terdapat di dalam, khususnya pada permulaan gerbang masuk seperti pada Osmia rufa. Pada keadaan yang lain, barangkali tutup diletakkan sedikit jauh ke dalam dari pintu gerbang. Dengan demikian, ia melingkari ujung pintu masuk. Jarang sekali ada tutup luar yang sempurna yang serasi di atas setiap sarang dari luar, seperti pada Chalicodoma micraria.

Pembagian Jenis‑jenis Sarang

Supaya dapat menjaga diri, lebah membangun berbagai sarang. Supaya dapat mengetahui dengan baik jenis‑jenisnya, Anda harus mempelajarinya dari berbagai segi serta membandingkan berbagai bentuknya antara yang satu dengan yang lain. Sebagian besar pengkajian ini telah disebutkan dalam halaman‑halaman terdahulu. Hasilnya adalah pengenalan jenis‑jenis dan bentuk‑bentuk sarang seperti berikut:

1. Berkenaan dengan Individu penghuni Sarang:

a. Sarang Jantan

b. Sarang Betina

c. Sarang bersama Jantan dan Betina

d. Sarang yang menggabungkan antara ketiga jenis di atas

2. Berkenaan dengan jumlah Sel:

a. Sel Tunggal

b. Multi Sel

3. Berkenaan dengan hubungan antar berbagai Sel:

a. Sarang dengan sel‑sel terpisah

b. Sarang dengan sel‑sel berhubungan

4. Berkenaan dengan cara Membangun:

a. Sarang Vertikal

b. Sarang Horisontal

5. Berkenaan dengan jumlah sarang yang termasuk komposisi sarang tunggal yang dibangun oleh seekor serangga tunggal:

a. Sarang Sederhana

b. Sarang Berlapis

6. Berkenaan denganjumlah serangga yang membangun sarang:

a. Sarang Menyendiri

b. Sarang mengelompok atau tersusun

7. Berkenaan dengan kemiripan antara Sarang‑sarang:

a. Sarang dengan bentuk tersendiri

b. Sarang dengan bentuk mirip

Lebah Madu

Sebelum manusia memanfaatkan lebah, lebah madu membuat sarangnya di celah‑celah yang ada antara batu‑batuan dan pohon‑pohon yang berlubang. Ini diterangkan oleh gambar yang menceritakan tentang batu‑batuan yang mempunyai celah sebagai tempat tinggal lebah di salah satu dataran tinggi di sebelah timur Spanyol pada masa batu pertengahan Hal itu lebih kurang 700 tahun sebelum masehi. Lebah sering sekali membuat sarang‑sarang lilinnya di tempat terbuka, dengan mengambil tempat‑tempat yang mudah untuk menjaganya dari faktor‑faktor alam. Di sini ia beranak pinak dan mengumpulkan madu. Sel‑selnya terbuat dari bahan‑bahan sederhana yang dapat dijangkau dan sesuai dengan keahlian‑keahlian lokal berbagai masyarakat Lebah. Ini menunjukkan bahwa sel‑sel lebah tidak mempunyai satu asal-usul.

Di hutan‑hutan besar di Eropa pada masa lalu, sel kuno merupakan kayu-kayu berongga yang berjatuhan yang dihuni oleh lebah madu liar Kebanyakan petunjuk yang dikenal tentang Lebah madu pada zaman kuno adalah lebah mesir lebih kurang 3.400 sampai 600 tahun sebelum masehi. Hal‑hal yang ditemukan tentang Lebah Mesir Kuno mempunyai urgensi penting karena kelangkaannya dan karena ia adalah peninggalan sejarah.

Sel‑sel Lebah Madu

Sel yang digunakan oleh lebah adalah bidang sempit rongga kosong yang mempunyai pintu masuk di tengah‑tengah antara kedua ujungnya. Kedua ujung barangkali ditutup dengan dua penyanggah yang cocok terbuat dan kayu. Bila terdapat keretakan‑keretakan maka ditutup dengan plester dari tanah. Pada beberapa daerah, sebagai pengganti sanggahan dari kayu digunakan bulatan‑bulatan batu yang disiapkan sesuai besar lubang. Bulatan‑bulatan batu ini ditemukan sewaktu dilakukan pekerjaan penggalian di berbagai daerah di kota Maya.

Sel sel terbuat dari tanah yang tidak dihancurkan yang berasal antara 2.400 sampai 2.133 tahun sebelum masehi. Terdapat juga sel‑sel yang terbuat dari tanah‑tanah yang sudah dihancurkan berbentuk wadah sedang dengan panjang 36 cm dan rata‑rata garis tengahnya pada kebanyakan potongan 14 cm di mana terdapat bukaan dengan garis tengah 2 cm pada lingkaran dengan ujung yang berhadapan dengan mulut bukaannya. Akan tetapi wadah wadah ini barangkali digunakan untuk mengumpulkan buangan karena ia kecil dan tidak cocok menjadi sel yang sebenamya.

Ditemukan sel‑sel yang tidak cocok menjadi sel yang sebenamya. Ditemukan sel‑sel yang merupakan wadah‑wadah besar yang terbuat dari tanah liat yang tidak dihaluskan (coarse pottary) yang mempunyai bukaan yang luas yang dinamakan sel‑sel tanah liat (pottary hives), berasal dari 500 sampai 600 tahun sebelum masehi.

Sel‑sel yang ditemukan di utara Eropa bersifat tradisional, merupakan keranjang‑keranjang terbuat,dari ranting‑ranting yang dijalin, kemudian dari jerami yang dijalin atau pokok rumbuh‑tumbuhan lainnya yang dkenal dengan nama skeps, berasal dari abad pertama sampai abad ketiga sebelum Masehi.

Fakta tentang Sel‑sel yang masih digunakan sampal sekarang

Yang menimbulkan ketakjuban adalah sel‑sel itu tetap atau tidak berubah atau sel‑sel tradisional yang berjalan selama beratus‑ratus tahun, barangkali beribu‑ribu tahun. Cara penyusunan, bahan besar dan bentuknya umumnya tidak mengalami perubahan selama berabad‑abad. Sel‑sel dari tanah liat biasanya digunakan pada berbagai daerah di Timur jauh seperti di Mesir pada zaman kuno, seperti juga pada masa sekarang.

Orang Romawi menyebutkan sembilan macam sel yang segi‑seginya banyak mereka terangkan. Mereka juga menerangkan bagaimana sel‑sel ini dibuat, yang semuanya berdasarkan sistem horisontal yang sering diletakkan di atas mastaba (ban luar) atau dipahatkan ke dalam dinding, kadang‑kadang ditempatkan dua baris atau tiga baris bertingkat. Daftar yang dibuat oleh Crane (1983) berikut ini menjelaskan hal itu:

Sel‑sel terbuat dari pohon kayu yang berlubang

Sel‑sel dari pohon quercus suber

Sel‑sel dari kayu papan

Sel‑sel dari ranting‑ranting yang dijalin

Sel‑sel dari pokok tumbuh‑tumbuhan yang kokoh di samping pokok yang lain

Sel‑sel terbuat dari kotoran hewan

Sel‑sel dari tanah yang dihaluskan (bahan porselin atau bahan tanah liat)

Sel‑sel dari batu merah

Sel‑sel transparan dari bahan tanduk dan mika

Sel‑sel dari tanah yang tidak dihaluskan. Sel‑Sel jenis ini tidak diterangkan dalam tulisan‑tulisan orang Romawi.

Faktor‑faktor yang berhubungan dengan penggunaan sel‑sel

1. Pemilihan bahan

Setelah pengkajian mendalam terhadap sel‑sel tradisional di berbagai tempat berbeda di dunia, diketahui bahwa bumi dengan berbagai bentuknya (tanah, tanah liat, batu‑batuan) merupakan bahan untuk membuat sel‑sel lebah di negeri-negeri yang kering di mana tidak tersedia kayu.

Orang Inggeris berusaha membuat sel‑sel dari kayu dan bahan‑bahan yang berasal dari tumbuh‑tumbuhan di mana pada masa lalu sel‑sel dibuat dari cabang-cabang pokok kayu yang gembur kerana mudah untuk menghancurkan dan melumatkannya.

2. jenis

Tujuan dari membangun sel, khususnya jenis Apis mellifera (lebah madu), harus dapat menyiapkan yang berikut ini:

a. Bahan baku pembuatan, komposisi dan kekerasannya yang bertujuan menjaga lebah dari kondisi‑kondisi udara, yang ia buat dari bahan selain metal.

b. Volume, volume sel-sel berkisar antara 40‑50 liter, sekalipun sebahagian volume sel mencapai separuhnya, yang digunakan untuk menarik buangan.

c. Bukaan pintu. masuk lebah: Biasanya antara 1‑2 cm dan ini barangkali pada sel atau pada penyanggah yang digunakan untuk menutup mulut bukaan. Barangkali juga terdapat bukaan untuk ventilasi. Lebah memerlukan sebuah bukaan yang tidak kurang dari 8 cm2.

c.

Sedangkan lebah jenis Apis cerana, maka sel‑selnya berciri mirip dengan sel‑sel terdahulu, khususnya jenis Apis mellifera, namun ia mempunyai volume lebih kecil mencapai dua pertiga volume sel terdahulu dan isinya antara 10‑15 liter.

Juga dalam sarang lilin yang dibangun lebah di dalam tempat tinggalnya untuk meletakkan telur dan menyimpan bahan makanan merupakan contoh atas kecanggihan penciptaan Maha Pencipta yang dianugerahkan‑Nya kepada lebah. Sarang lilin yang berisikan ribuan lubang bersegi enam digunakan sebagai tipuan untuk mengasuh anak‑anak lebah atau gudang‑gudang untuk menyimpan madu dan bibit pembuah. Suatu yang menakjubkan, bahawa di samping ia disiapkan betul‑betul untuk pekerjaan ini, maka yang lebih menakjubkan lagi adalah bentuk persegi enam dari lubang yang memerlukan jumlah bahan bangunan yang lebih sedikit, selain juga ia cocok untuk pertumbuhan anak lebah yang dipelihara dalam lubang‑lubang ini. Bentuk segi enam adalah bentuk geometrik yang terbaik yang menghasilkan kekosongan‑kekosongan perantara dan bahawa jumlah lubang dari kekosongan‑kekosongan ini pada luas tertentu melebihi jumlah bentuk‑bentuk lain pada luas yang sama.

Kita tidak mempunyai sikap lain kecuali tertegun menyerah di depan kemampuan I’jaz (kemukjizatan) Al‑Qur’an ini, sewaktu kita menemukan bahawa lebah madu membangun berbagai lubang di mana terdapat lubang‑lubang kecil yang dalam satu inci persegi berisikan 28,27 lubang persegi enam. Ini digunakan untuk anak lebah pekerja dan penyimpan madu. Ada juga yang sedikit lebih besar yang digunakan untuk menjaga bibit jantan yang dalam satu inci persegi terdapat 18,84 lubang bersegi enam.

Maha Suci Engkau, wahai Tuhanku. ‑Engkau memberi ilham kepada dunia yang telah dan masih saja menakjubkan makhluk Engkau yang paling canggih. Ilmu Engkau Maha Mendahului ilmu manusia, makhluk Engkau yang paling lemah. Bukankah pada tempat tinggal Lebah terdapat kreasi dan Ilham? Siapakah yang mengajarkan kepada setiap jenis lebah supaya mengambil bahan baku tertentu sebagai tempat tinggal dan tidak suka dengan bahan pengganti yang lain? Ia adalah Allah, Tuhan seluruh alam, pencipta langit dan bumi. Maha benar Allah dengan firmannya:

“Itu adalah Allah, Tuhan seluruh alam, Pencipta segala sesuatu. Kerana itu, sembahlah Ia!” (QS 6:102).

“Tidakkah mereka memerhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah? …. ” (QS 7: 185).

“Tidakkah mereka mendalami Al‑Qur’an. Sekiraranya berasal dari selain Allah, tentu mereka akan banyak menemukan berbagai kontradiksi di dalamnya!” (QS 4:82).

Terakhir sekali, pada rumah‑rumah lebah dan pada dunia lebah terdapat keajaiban dan kreativiti yang menyingkap rahsia kemukjizatan ilmiah yang diturunkan dalam Al‑Qur’an Al‑Karim, yang merupakan mukjizat Islam yang abadi dan kekal, yang berisikan ayat‑ayat dan petunjuk‑petunjuk yang selalu mengarahkan manusia kepada iman dengan Allah, Tuhan seluruh alam, dan kepada Islam yang sesuai untuk segala ruang dan waktu.

Maha Suci Allah yang telah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Pujian bagi Allah, Tuhan seluruh alam, dan shalawat atas
ARTIKEL YANG BERHUBUNGAN :


0 komentar:

:X ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 

Ada Apa dengan (Cinta) Jilbab?

Ada Apa dengan (Cinta) Jilbab?,


Sungguh Islam ini diturunkan bukan untuk menyusahkan manusia, tetapi semata-mata untuk rahmat sekalian alam, rahmatan lil ‘alamiin. “Maa anzalna alaykal qur’aana li tasqaa” (Sungguh Kami turunkan Al-Qur’an tidak untuk menyusahkanmu). Jadi, apapun yang diwahyukan Allah ke manusia adalah semata-mata untuk maslahat manusia juga.

Fenomena (mencintai) jilbab beberapa dekade terakhir menjadi suatu fenomena yang sangat menarik. Adanya kesadaran di antara muslimah untuk mengenakan jilbab dianggap sebagai suatu kekuatan akan kebangkitan intelektualitas seorang muslimah karena adanya suatu kebutuhan spiritual dari diri pribadi muslimah. Hal ini sangat berbeda dengan beberapa puluh tahun yang lalu, yang masih menganggap jilbab adalah kuno atau tidak modern dan lain sebagainya. Di sisi lain masih adanya penolakan penggunaan jilbab dari umat muslim sendiri.

Ada beberapa alasan kenapa banyak dari muslimah yang ramai-ramai mengenakan jilbab, diantaranya adalah:

1. Ingin Mempercantik Diri

Wanita biasanya akan senang apabila ia dikatakan cantik, meski mungkin hal ini tidak diucapkannya di bibir bahwa ia suka dikatakan cantik. Hal ini adalah sunnatullah, karena Allah menciptakan wanita dengan kecenderungan “menarik hati” laki-laki dengan kecantikannya. Rasulullah pernah memerintahkan seorang sahabat untuk melihat mata seorang wanita anshar sebelum ia meminangya, karena kata Rasulullah di dalam mata seorang wanita anshar itu terdapat sesuatu yang membuat seorang laki-laki mempunyai kecenderungan untuk membulatkan tekad meminangnya.

Banyak di antara muslimah yang mengenakan jilbab karena ia merasa cantik kalau mengenakan jilbab. Keindahan dan kecantikan adalah sunnatullah, Allah menciptakan sekuntum bunga dengan keindahan, Allah menciptakan hamparan gunung dengan keindahan, Allah menciptakan dunia dan isinya dengan penuh keindahan, begitu pula Allah menciptakan wanita dengan penuh keindahan. Jadi, untuk tahap awal mungkin tidak apalah jika niat memakai jilbab adalah demikian.

Alasan mengenakan jilbab di kalangan muslimah karena ia merasa cantik apabila mengenakan jilbab adalah alasan yang wajar. Apalagi sekarang ini banyak sekali jilbab yang cantik dengan mode yang masih dianggap syar’i. Dari kacamata laki-laki, memang apabila seorang wanita mengenakan jilbab ia akan terlihat lebih anggun, cantik, dan yang lebih penting lagi ia terlihat lebih berwibawa dan menyejukkan di matanya dari pandangan syetan. Karena sungguh Allah memerintahkan kita untuk menjaga pandangan (QS. 34 : 21).

2. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Alasan kedua kenapa seorang wanita berjilbab adalah aktualisasi diri dari wanita. Perspektif diri bahwa ia akan diakui oleh komunitasnya adalah dengan cara mengikuti apa yang menjadi “kelaziman” di antara komunitasnya. Sebagai contoh, orang yang bekerja di lingkungan berjilbab, maka ia akan “memaksakan” dirinya untuk ikut berjilbab. Dan dengan berjilbab identitas keislaman seorang muslimah dapat diketahui. Alasan yang kedua ini tidaklah disalahkan, tetapi dalam suatu skala kadar “kepatutan” alasan yang masih rendah. Namun demikian dengan seiring berjalannya waktu ia akan menyesuaikan dengan sendirinya. Sebagaimana dulu ketika Rasulullah dari Madinah kembali ke Mekkah dimana ketika itu kekuatan pasukan Rasulullah tidak mungkin tertandingi oleh pasukan Quraisy Mekkah. Maka dengan “terpaksa” Abu Sofyan dan penduduk Mekkah lainnya berbondong-bondong memeluk Islam. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu penduduk Mekkah menjadi sadar bahwa Islam adalah ajaran yang benar.

3. Kebutuhan Menjaga Diri

Sebagaimana Allah wahyukan di Surat Al-Ahzab, bahwa tujuan mengenakan jilbab adalah untuk penjagaan diri. “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mu’min : “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 33 : 59).

Fakta membuktikan, bahwa dengan perempuan memakai jilbab, tangan-tangan jahil laki-laki atau niat jahat laki-laki yang lain dapat diminimalisir dengan mengenakan jilbab. Banyak laki-laki jahil yang mengurungkan niat jahatnya jika “calon korbannya” adalah seorang perempuan berjilbab. Dan laki-laki lebih terjaga pandangannya dengan wanita yang mengenakan jilbab.

4. Menerima dan Melaksanakan Apa Adanya Perintah Allah

Alasan yang keempat adalah seorang muslimah mengenakan jilbab karena ia melihat bahwa apa yang diperintahkan oleh Allah adalah harus dilaksanakan tanpa kecuali. Alasan ini timbul karena semata-mata muslimah lebih melihat bukan suatu kepatutan apabila apa yang diperintahkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an tidak dilaksanakannya. Mereka berpedoman “ud ‘uni fi islimi kaafaah” (Masuklah engkau ke dalam Islam secara keseluruhan). Jadi tidak ada yang perlu dibantah apa yang ada di dalam Al-Qur’an.

Seorang muslim sejati ia akan berkata, “sami’na wa atha’naa” (Kami dengar dan kami laksanakan), tidak akan pernah ada di dalam dirinya “sami’na wa ashaynaa” (Kami dengar dan kami bantah). Biasanya muslimah ini sudah “matang” dalam pemahaman perintah Allah. Ayat di QS. An-Nur 31 dan Al-Ahzab 59 sudah cukup baginya untuk dapat “mencintai” jilbab karena Allah.

Namun demikian, di sisi lain, kaum muslimah masih banyak yang belum mengenakan jilbab. Banyak alasan yang menjadikan mereka tidak mengenakan jilbab. Alasan tersebut antara lain adalah :

1. Belum Adanya Pengetahuan atas Perintah Jilbab

Alasan ini memang cukup banyak, hal ini disebabkan karena memang belum tahu bahwa perintah atas jilbab adalah suatu kewajiban. Kebanyakan di antara mereka adalah muslimah yang memang belum pernah melihat apalagi mendengar perintah jilbab karena yang bersangkutan belum pernah ikut dalam suatu kajian keagamaan atau membaca ayat-ayat Allah. Mereka hidup di lingkungan yang memang benar-benar awam dan jauh dari nuansa keagamaan, seperti di daerah-daerah terpencil atau bahkan di lingkungan kumuh “daerah hitam” di kota-kota besar.

Untuk itu adalah kewajiban kita semua untuk dapat menyampaikan kepada mereka. Sungguh suatu kesalahan kita semua apabila ada saudara kita dalam suatu “kebutaan” atas perintah Tuhannya.

2. Penolakan Berdasarkan Tafsir Pribadi

Inilah golongan yang telah mendengar tapi menolaknya, “sami’na wa ashaynaa”. Golongan ini banyak di antara mereka yang sebenarnya adalah orang yang cerdas dan alim dalam pengetahuan agamanya, tetapi ia menolak mentah-mentah perintah Allah.

Di antara mereka menafsirkan perintah jilbab hanya untuk istri & anak nabi beserta sahabat, sebagaimana mereka tafsirkan di QS. Al-Ahzab ayat 59. “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mu’min : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”

Orang mukmin diartikan orang yang beriman pada zaman Rasulullah yaitu para sahabat, karena turunnya ayat waktu itu adalah di lingkungan para sahabat, sehingga tidak ada kewajiban buat mereka untuk mengikuti perintah Allah di ayat tersebut. Ayat tersebut mereka tafsirkan sudah mansukh atau sudah dihapuskan karena perintah itu bersifat hanya pada waktu itu saja yaitu ketika Jibril turun akan memberikan wahyu sementara Siti Aisyah, istri nabi, dalam keadaaan tidak berjilbab, lalu Jibril tidak jadi menyampaikan wahyu Allah dan mewahyukan terlebih dahulu kepada nabi perintah untuk berjilbab. Selain hal tersebut alasan lain adalah perintah tersebut seperti orang menyuruh makan/minum kepada seorang tamu yang hanya disampaikan dari tuan rumah sesaat itu saja, selanjutnya tidak lagi.

Sungguh, orang-orang seperti ini dalam kesesatan tafsir yang luar biasa. Bahkan ada seorang cendekiawan muslim yang berijtihad “menolak” perintah tersebut. Sampai-sampai istri dari cendekiawan tersebut dilarang untuk memakai jilbab. Mudah-mudahan Allah mengampuninya, wallaahu a’lam.

3. Adanya Kendala dengan Lingkungan Sekitarnya

Kondisi lingkungan memang sangat berperan dalam kehidupan kita. Baik buruk lingkungan secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kondisi kita. Banyak kendala yang dihadapi oleh muslimah yang belum mengenakan jilbab yang disebabkan oleh lingkungan.

Biasanya lingkungan di tempat kerjanya/sekolah tidak memperbolehkan untuk dirinya berjilbab. Sebenarnya hal ini paling sering terjadi di kalangan pekerja muslimah. Perusahaan biasanya mempunyai dress code yang melarang penggunaan jilbab dengan alasan tidak praktis, tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, tidak ingin perusahaannya di cap sebagai perusahaan dengan golongan agama tertentu, tidak fashionable/suitable dengan lingkungan kerja, di luar “kewajaran” dan alasan-alasan lainnya. Untuk masalah ini, baik di dalam maupun di luar negeri telah banyak ditangani pengadilan dan kebanyakan diantaranya dimenangkan oleh pihak muslimah yang ingin berjilbab.

Bisa juga terjadi muslimah tersebut ingin berjilbab atau tahu akan perintah jilbab tetapi jarang berkumpul di majelis ilmu, sehingga ketahuan dan keinginan berjilbab tersebut lama kelamaan terkikis karena yang bersangkutan lebih banyak bergaul di lingkungan yang kurang atau jarang berkumpul dalam majelis ilmu.

4. Adanya Kendala di dalam Dirinya

Kendala lain kenapa muslimah belum mengenakan jilbab adalah belum adanya kemantapan di dalam dirinya. Padahal semua orang sebelum memutuskan melakukan sesuatu pasti akan ragu-ragu dan mengkhayal hal-hal yang buruk atau berandai-andai sehingga niat yang awalnya ada lama kelamaan terkikis habis, ini adalah salah satu bisikan syetan sehingga seorang manusia penuh dalam keragu-raguan.

Kendala di dalam diri muslimah belum mengenakan jilbab biasanya adalah disebabkan karena:

a. Membanding-bandingkan atau mengambil contoh yang salah seperti; si anu dan si anu pakai jilbab tapi tingkah lakunya kok masih jelek seperti itu. Akhirnya di dalam dirinya terekam contoh kejelekan yang hanya tampak di hadapannya atau sebatas yang ia kenal saja. Kesalahan dalam mengambil contoh ini dapat berakibat mengurangi motivasi diri dalam mengenakan jilbab. Hal ini dapat diatasi dengan cara antara lain adalah ;

  • Mulailah berpikir positif, hindari rasa buruk sangka.
  • Ambil pelajaran dan teladani orang-orang shaleh.
  • Lebih banyak datang ke majlis ilmu.
  • Bergaul dengan orang yang lebih paham dalam masalah agama.
  • Sering-sering membaca Al-Qur’an dan buku-buku agama.
  • Tidak menolak atas kecenderungan memakai jilbab, arahkan kecenderungan memakai jilbab ini sebagaimana ada di dalam hati dan jangan menghindari kecenderungan ingin mengenakan jilbab.
  • Tetapkan hati, mulailah dari hal-hal yang ringan, seperti mengenakan pakaian yang dianggap lazim dalam batas kesopanan.

b. Alasan lain belum mengenakan jilbab dalam diri seorang muslimah adalah dia menganggap dirinya adalah seorang yang buruk, atau jahat, atau belum berhati baik, atau tingkah lakunya masih belum Islami, atau belum sempurna ibadahnya, dan lain sebagainya. Ia akan mengenakan jilbab kalau dirinya sudah berubah baik. Padahal kalau kita lihat, selain Rasulullah siapa sih yang sempurna dalam Islam?

Jadi, sudah sebuah sunnatullah kalau iman itu kadang bertambah dan kadang berkurang, “al imaanu yazidu wa yanqusu”. Namun demikian untuk mencapai iman yang sempurna dicapai dengan bertahap. Untuk perkara jilbab apa perlunya kita menunggu sampai kita dibilang “sempurna dalam ibadah”.

Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah secara bertahap, perintah untuk meninggalkan khamr itu juga bertahap sampai benar-benar dilarang sepenuhnya. Demikian juga kita menjadi muslim yang baik juga perlu bertahap, tidak ada yang berubah sekejap mata. Allah saja menciptakan alam semesta bertahap, yaitu dalam 6 masa (QS. 7 : 54), manusia diciptakan juga bertahap dari sel sperma, zygote, segumpal darah, janin, sampai dengan bayi yang lahir ke dunia.

Itulah sunnatullah, jadi apa perlunya kita menunggu memakai jilbab sampai kita benar-benar dikatakan sebagai “orang berkelakuan baik” atau muslim yang baik. Yang jelas setelah wanita berubah mengenakan jilbab, secara perlahan tingkah lakunya akan mengikuti dengan sendirinya, asalkan dia sering datang ke majelis ilmu dan bergaul dengan orang-orang shaleh serta ada kemauan atau niat yang kuat di dalam dirinya.

c. Alasan lainnya adalah kalau wanita mengenakan jilbab, maka ia tidak akan bebas dalam beraktifitas. Mengenakan jilbab akan membuat berkurang kecantikannya, susah dalam bergerak (ribet), susah dalam bergaul, susah dalam beradaptasi dengan lingkungan, dan alasan susah-susah yang lainnya.

Sungguh, alasan seperti itu sekarang ini cukup mudah untuk dapat diatasi. Coba kita lihat sekarang berapa banyak artis film/sinetron yang mengenakan jilbab, berapa banyak tokoh atau ilmuwan di negara-negara muslim yang mengenakan jilbab, berapa banyak wanita yang berjilbab bergaul dengan lingkungannya dengan nyaman dan masih banyak yang lainnya.

Dari hasil penelitian, seorang wanita yang mengenakan jilbab kulit tubuhnya menjadi lebih terjaga, lebih halus, dan bahkan lebih bersih. Hal ini disebabkan karena debu dan sinar matahari tidak langsung mengenai pori-pori kulitnya, meski wanita sudah menggunakan sun block. Untuk rambut kepala akan lebih halus dan terjaga dari rusaknya rambut seperti rambut memerah atau rambut bercabang, karena memang sinar matahari dapat secara langsung membuat rambut kita rusak. Jadi, justru fakta membuktikan mengenakan jilbab akan mampu mempercantik tubuh wanita.

Itulah fenomena jilbab yang insya Allah dengan jilbab salah satunya kebangkitan Islam akan dimulai, karena bagaimana pun juga wanita yang berjilbab selain dia lebih cantik, anggun, identitas diri seorang muslim, juga salah satu ciri wanita yang shalehah adalah wanita yang melaksanakan perintah Allah, dan dari rahim wanita yang shalehah lah terlahir anak yang shaleh. Dan tidak berlebihan kalau Rasulullah berkata bahwa sebaik-baiknya perhiasan di dunia adalah wanita yang shalehah. Maka berbahagialah duhai perempuan.

Jadi, marilah kita mulai “gerakan cinta jilbab!”

“Seperti Apa penampilan saudari seperti itulah penilaian orang lain terhadap kita”

***

Untukmu Perempuan Cantik

Untukmu Perempuan Cantik

2 Votes

Teriring salam sejahtera
Salam ribuan malaikat yang selalu bertasbih kepada-Nya
Diwaktu pagi, siang, sore dan malam.

Demi Allah Yang Maha Suci..
Sungguh Ia telah menciptakan manusia dalam sebaik-baiknya bentuk
Telah ditinggikan derajat manusia dengan akal
Dan dengan mudah pula Ia merendahkankannya
Bahkan lebih rendah dari seburuk-buruknya makhluk

Jika tercipta perempuan sepertimu
Tak ada keraguan bahwa bidadari itu benar adanya
Jika tercipta perempuan sepertimu
Tak ada keraguan bahwa indahnya syurga tak bisa dibayangkan oleh imaji
Jika tercipta perempuan sepertimu
Tak ada keraguan akan keindahan dunia sungguh melenakan
Membuat manusia cinta dunia dan takut akan mati

Wahai perempuan cantik berjilbab
Semoga hijabmu tetap terjaga
Saat niat telah ditetapkan
Saat itu pula amalan shalihmu telah tercatat
Wahai perempuan cantik berjilbab
Jangan engkau tergoda akan tipu daya syaitan
Sesungguhnya ia menggoda dari depan, belakang,
kiri, kanan, atas dan bawah kita
Tidak ada barang sedetikpun dia lengah
untuk menjerumuskan anak adam kepada dosa

Wahai perempuan yang sangat cantik
Sesungguhnya fitnah sangat dekat kepadamu
apabila engkau tiada menjaga budi dan auratmu
Maka takutlah engkau kepada Allah yang tiada pernah tidur barang sekejap
Yang selalu melihat apa yang dilakukan makhluknya walau dengan sembunyi-sembunyi
Yang selalu mendengar segala niat buruk walau baru terbersit dalam hati
Yang selalu menghitung segala amalan dan tiada sebesar biji zarah pun terlewatkan

Wahai perempuan yang sangat cantik
Engkau sangat mempesona
Tiada satu lelakipun yang tahan untuk menundukkan pandangan kecuali yang bertakwa
Maka bersegeralah untuk menikah
Bersegeralah menggenapkan imanmu
Sesungguhnya dalam pernikahan Allah telah membuka pintu-pintu rahmat bagimu

Wahai perempuan yang sangat cantik
Semoga tausiyah ini mengingatkanmu
Mengingatkan akan fananya hidup dan dunia
Bahwa semuanya tiada yang kekal
Hanya dzat Allah lah yang akan terus hidup

Kriteria Wanita Idaman

Kriteria Wanita Idaman


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.

Setelah sebelumnya kita mengkaji siapakah pria yang mesti dijauhi dan tidak dijadikan idaman maupun idola, maka untuk kesempatan kali ini kita spesial akan membahas wanita. Siapakah yang pantas menjadi wanita idaman? Bagaimana kriterianya? Ini sangat perlu sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, sehingga si pria tidak salah dalam memilih. Begitu juga kriteria ini dimaksudkan agar si wanita bisa selalu introspeksi diri. Semoga bermanfaat.

Kriteria Pertama: Memiliki Agama yang Bagus

Inilah yang harus jadi kriteria pertama sebelum kriteria-kriteria lainnya. Tentu saja wanita idaman memiliki aqidah yang bagus, bukan malah aqidah yang salah jalan. Seorang wanita yang baik agamanya tentu saja tidak suka membaca ramalan-ramalan bintang seperti zodiak dan shio. Karena ini tentu saja menunjukkan rusaknya aqidah wanita tersebut. Membaca ramalan bintang sama halnya dengan mendatangi tukang ramal. Bahkan ini lebih parah dikarenakan tukang ramal sendiri yang datang ke rumahnya dan ia bawa melalui majalah yang memuat berbagai ramalan bintang setiap pekan atau setiap bulannya. Jika cuma sekedar membaca ramalan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan, “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, lalu ia bertanya mengenai sesuatu, maka shalatnya tidak diterima selama 40 malam.”[1] Jika sampai membenarkan ramalan tersebut, lebih parah lagi akibatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkan apa yang mereka katakan, maka ia telah kufur pada Al Qur’an yang diturunkan pada Muhammad.”[2]

Begitu pula ia paham tentang hukum-hukum Islam yang berkenaan dengan dirinya dan juga untuk mengurus keluarga nantinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan seorang pria untuk memilih perempuan yang baik agamanya. Beliau bersabda, “Perempuan itu dinikahi karena empat faktor yaitu agama, martabat, harta dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang yang merugi”.[3] Sebenarnya makna “taribat yadak adalah

Inilah kriteria wanita idaman yang patut diperhatikan pertama kali –yaitu baiknya agama- sebelum kriteria lainnya, sebelum kecantikan, martabat dan harta.

Kriteria Kedua: Selalu Menjaga Aurat

Kriteria ini pun harus ada dan jadi pilihan. Namun sayangnya sebagian pria malah menginginkan wanita yang buka-buka aurat dan seksi. Benarlah, laki-laki yang jelek memang menginginkan wanita yang jelek pula.

Ingatlah, sangat bahaya jika seorang wanita yang berpakaian namun telanjang dijadikan pilihan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”[4] Di antara makna wanita yang berpakaian tetapi telanjang dalam hadits ini adalah:

  1. Wanita yang menyingkap sebagian anggota tubuhnya, sengaja menampakkan keindahan tubuhnya. Inilah yang dimaksud wanita yang berpakaian tetapi telanjang.
  2. Wanita yang memakai pakaian tipis sehingga nampak bagian dalam tubuhnya. Wanita tersebut berpakaian, namun sebenarnya telanjang.[5]

Sedangkan aurat wanita yang wajib ditutupi adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.[6]

Kriteria Ketiga: Berbusana dengan Memenuhi Syarat Pakaian yang Syar’i

Wanita yang menjadi idaman juga sepatutnya memenuhi beberapa kriteria berbusana berikut ini yang kami sarikan dari berbagai dalil Al Qur’an dan As Sunnah.

Syarat pertama: Menutupi seluruh tubuh (termasuk kaki) kecuali wajah dan telapak tangan.

Syarat kedua: Bukan memakai pakaian untuk berhias diri.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[7]

Syarat ketiga: Longgar, tidak ketat dan tidak tipis sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.

Syarat keempat: Tidak diberi wewangian atau parfum. Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.”[8]

Inilah di antara beberapa syarat pakaian wanita yang harus dipenuhi. Inilah wanita yang pantas dijadikan kriteria.

Kriteria keempat: Betah Tinggal di Rumah

Di antara yang diteladankan oleh para wanita salaf yang shalihah adalah betah berada di rumah dan bersungguh-sungguh menghindari laki-laki serta tidak keluar rumah kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Hal ini dengan tujuan untuk menyelamatkan masyarakat dari godaan wanita yang merupakan godaan terbesar bagi laki-laki.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).

Ibnu Katsir ketika menjelaskan ayat di atas mengatakan, “Hendaklah kalian tinggal di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian keluar rumah kecuali karena ada kebutuhan”.[9]

Dari Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perempuan itu aurat. Jika dia keluar rumah maka setan menyambutnya. Keadaan perempuan yang paling dekat dengan wajah Allah adalah ketika dia berada di dalam rumahnya”.[10]

Kriteria Kelima: Memiliki Sifat Malu

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ

Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.”[11]

Kriteria ini juga semestinya ada pada wanita idaman. Contohnya adalah ketika bergaul dengan pria. Wanita yang baik seharusnya memiliki sifat malu yang sangat. Cobalah perhatikan contoh yang bagus dari wanita di zaman Nabi Musa ‘alaihis salam. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (23) فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ (24)

Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya.” (QS. Qashash: 23-24). Lihatlah bagaimana bagusnya sifat kedua wanita ini, mereka malu berdesak-desakan dengan kaum lelaki untuk meminumkan ternaknya. Namun coba bayangkan dengan wanita di zaman sekarang ini!

Demikianlah kriteria wanita yang semestinya jadi idaman. Namun kriteria ini baru sebagian saja. Akan tetapi, kriteria ini semestinya yang dijadikan prioritas.

Intinya, jika seorang pria ingin mendapatkan wanita idaman, itu semua kembali pada dirinya. Ingatlah: ”Wanita yang baik untuk laki-laki yang baik”. Jadi, hendaklah seorang pria mengoreksi diri pula, sudahkah dia menjadi pria idaman, niscaya wanita yang ia idam-idamkan di atas insya Allah menjadi pendampingnya. Inilah kaedah umum yang mesti diperhatikan.

Semoga Allah memudahkan kita untuk selalu mendapatkan keberkahan dalam hidup ini.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.remajaislam.com


[1] HR. Muslim no. 2230, dari Shofiyah, dari sebagian istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[2] HR. Ahmad (2/492). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan.

[3] HR. Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1446, dari Abu Hurairah.

[4] HR. Muslim no. 2128, dari Abu Hurairah.

[5]Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 17/190-191, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua.

[6] Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amru Abdul Mun’im, hal. 14.

[7] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 5/133, Mawqi’ Al Islam.

[8] HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih.

[9]Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11/150.

[10] HR Ibnu Khuzaimah no. 1685. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.

[11] HR. Bukhari no. 6117 dan Muslim no. 37, dari ‘Imron bin Hushain.

Ingat…10 Karakter Muslim/Muslimah Sejati

Ingat…10 Karakter Muslim/Muslimah Sejati

Posted at 11:14 under Tak Berkategori


Karakter ini merupakan pilar pertama terbentuknya masyarakat islam maupun tertegaknya sistem islam dimuka bumi serta menjadi tiang penyangga peradaban dunia.

Kesepuluh karakter itu adalah :

Salimul Aqidah, Bersih Akidahnya dari sesuatu hal yang mendekatkan dan menjerumuskan dirinya dari lubang syirik.


Shahihul Ibadah, Benar Ibadahnya menurut AlQur’an dan Assunnah serta terjauh dari segala Bid’ah yang dapat menyesatkannya.

Matinul Khuluq, Mulia Akhlaknya sehingga dapat menunjukkan sebuah kepribadian yang menawan dan dapat meyakinkan kepada semua orang bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan Lil Alamin).

Qowiyul Jismi, Kuat Fisiknya sehingga dapat mengatur segala kepentingan bagi jasmaninya yang merupakan amanah/titipan dari Alloh SWT.

Mutsaqoful Fikri, Luas wawasan berfikirnya sehingga dia mampu menangkap berbagai informasi serta perkembangan yang terjadi disekitarnya.

Qodirun ‘alal Kasbi, Mampu berusaha sehingga menjadikannya seorang yang berjiwa mandiri dan tidak mau bergantung kepada orang lain dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

Mujahidun linafsihi, Bersungguh sungguh dalam jiwanya sehingga menjadikannya seseorang yang dapat memaksimalkan setiap kesempatan ataupun kejadian sehingga berdampak baik pada dirinya ataupun orang lain.

Haritsun ‘ala waqtihi, Efisien dalam memanfaatkan waktunya sehingga menjadikannya sebagai seorang yang pantang menyiakan waktu untuk melakukan kebaikan, walau sedetikpun. karena waktu yang kita gunakan selama hidup ini akan dipertanggungjawabkan dihadapan Alloh SWT.

Munazhom Fii Su’unihi, Tertata dalam urusannya sehingga menjadikan kehidupannya teratur dalam segala hal yang menjadi tanggung jawab dan amanahnya. Dapat menyelesaikan semua masalahnya dengan baik dengan cara yang baik.

Naafi’un Li Ghairihi, Bermanfaat bagi orang lain, sehingga menjadikannya seseorang yang bermanfaat dan dibutuhkan. Keberadaannya akan menjadi sebuah kebahagiaan bagi orang lain dan Ketiadaannya akan menjadikan kerinduan pada orang lain.

Mudah-mudahan dengan kesepuluh karakter yang dikemukakan diatas menjadikan kita termotivasi untuk dapat merealisasikannya dalam diri kita.Amin.

Catatan:
* 10 karakter Muslim/Muslimah sejati ini dirumuskan oleh Hasan Albana

"MAKNA"WANITA DI CIPTAKAN DARI TULANG RUSUK YG BENGKOK

Pertanyaan:

Disebutkan dalam sebuah hadits, “Berbuat baiklah kepada wanita, karena wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, sedangkan tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas,” dst. Mohon penjelasan makna hadits dan makna ‘tulang rusuk yang paling bengkok adalah tulang rusuk yang paling atas’?

Jawaban:

Ini adalah hadits shahih yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim di masing masing kitab Shahih mereka, dari Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam. Dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa nabi shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda,

“Berbuat baiklah kepada wanita, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas.Maka sikapilah para wanita dengan baik.”
(HR al-Bukhari Kitab an-Nikah no 5186)

Ini adalah perintah untuk para suami, para ayah, saudara saudara laki laki dan lainnya untuk menghendaki kebaikan untuk kaum wanita, berbuat baik terhadap mereka , tidak mendzalimi mereka dan senantiasa memberikan ha-hak mereka serta mengarahkan mereka kepada kebaikan. Ini yang diwajibkan atas semua orang berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam, “Berbuat baiklah kepada wanita.”

Hal ini jangan sampai terhalangi oleh perilaku mereka yang adakalanya bersikap buruk terhadap suaminya dan kerabatnya, baik berupa perkataan maupun perbuatan karena para wanita itu diciptakan dari tulang rusuk, sebagaimana dikatakan oleh Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam bahwa tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas.

Sebagaimana diketahui, bahwa yang paling atas itu adalah yang setelah pangkal rusuk, itulah tulang rusuk yang paling bengkok, itu jelas. Maknanya, pasti dalam kenyataannya ada kebengkokkan dan kekurangan. Karena itulah disebutkan dalam hadits lain dalam ash-Shahihain.

“Aku tidak melihat orang orang yang kurang akal dan kurang agama yang lebih bias menghilangkan akal laki laki yang teguh daripada salah seorang diantara kalian (para wanita).”
(HR. Al Bukhari no 304 dan Muslim no. 80)

Hadits Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam yang disebutkan dalam ash shahihain dari hadits Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu. Makna “kurang akal” dalam sabda Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam adalah bahwa persaksian dua wanita sebanding dengan persaksian seorang laki laki. Sedangkan makna “kurang agama” dalam sabda beliau adalah bahwa wanita itu kadang selama beberapa hari dan beberapa malam tidak shalat, yaitu ketika sedang haidh dan nifas. Kekurangan ini merupakan ketetapan Allah pada kaum wanita sehingga wanita tidak berdosa dalam hal ini.

Maka hendaknya wanita mengakui hal ini sesuai dengan petunjuk nabi shalallahu ‘alayhi wasallam walaupun ia berilmu dan bertaqwa, karena nabi shalallahu ‘alayhi wasallam tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu, tapi berdasar wahyu yang Allah berikan kepadanya, lalu beliau sampaikan kepada ummatnya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

“Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
(Qs. An-Najm:4)

Sumber:
Majmu Fatawa wa Maqadat Mutanawwi’ah juz 5 hall 300-301, Syaikh Ibn Baaz Fatwa fatwa Terkini Jilid 1 Bab Perlakuan Terhadap Istri penerbit Darul Haq

***
(muslimah.or.id)

Tipe Wanita Dalam Al-Qur’an

Tipe Wanita Dalam Al-Qur’an

Oleh: Ahmad Dailami Toha
Ketika memasuki sebuah showroom, butik atau toko yang menjual pakaian wanita, kita akan mendapatkan pakaian dalam berbagai bentuk, corak dan ragamnya. Mau pilih yang mana? Semuanya terserah kita. Sebab kita sendiri yang akan memakainya. Kita pula yang akan menerima konsekuensi dari memakai pakaian tersebut.
Pakaian dapat kita analogikan dengan kepribadian. Seperti halnya pakaian, kepribadian wanita pun memiliki beragam jenis dan corak. Kita diberi kebebasan untuk memilih tipe mana saja yang paling disukainya. Namun ingat, dalam setiap pilihan ada tanggung jawab yang harus dipikul. Karena itu, agar tidak menyesal dikemudian hari, Al-Qur’an memberi tuntunan kepada orang-orang beriman (khususnya Muslimah) agar tidak salah dalam memilih kepribadian.
Setidaknya ada lima tipe wanita dalam Al-Qur’an.
PERTAMA, tipe pejuang.
Wanita tipe pejuang memiliki kepribadian kuat. Ia berani menanggung risiko apa pun saat keimanannya diusik dan kehormatannya dilecehkan. Tipe ini diwakili oleh Siti Asiyah binti Mazahim, istri Fir’aun. Walau berada dalam cengkraman Fir’aun, Asiyah mampu menjaga akidah dan harga dirinya sebagai seorang Muslimah. Asiyah lebih memilih istana di surga daripada istana di dunia yang dijanjikan Fir’aun. ALLAH SWT mengabadikan doanya, Dan Allah menjadikan perempuan Fir’aun teladan bagi orang-orang beriman, dan ia berdoa,
Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkan aku dari kaum yang zalim (QS. At Tahriim [66]: 11).
KEDUA, tipe wanita shalihah yang menjaga kesucian dirinya.
Tipe ini diwakili Maryam binti Imran. Hari-harinya ia isi dengan ketaatan kepada ALLAH. Ia pun sangat konsisten menjaga kesucian dirinya. “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!”. Demikian ungkap Maryam (QS Maryam [19]: 20). Karena keutamaan inilah, ALLAH SWT mengabadikan namanya sebagai nama salah satu surat dalam Al-Qur’an (QS. Maryam [19]). Maryam pun diamanahi untuk mengasuh dan membesarkan Kekasih ALLAH, Isa putra Maryam (QS Maryam [19]: 16-34).
ALLAH SWT memuliakan Maryam bukan karena kecantikannya, namun karena keshalihan dan kesuciannya.
KETIGA, tipe penghasut, tukang fitnah dan biang gosip.
Tipe ini diwakili Hindun, istrinya Abu Lahab. Al-Qur’an menjulukinya sebagai “pembawa kayu bakar” alias penyebar fitnah. Dalam istilah sekarang wanita penyiram bensin.
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya ia akan binasa. demikian pula istrinya, pembawa kayu bakar yang di lehernya ada tali dari sabut (QS Al Lahab [111]: 1-5).
Bersama suaminya, Hindun bahu membahu menentang dakwah Rasulullah SAW, menyebar fitnah dan melakukan kezaliman. Isu yang awalnya biasa, menjadi luar biasa ketika diucapkan Hindun.
KEEMPAT, tipe wanita penggoda.
Tipe ini diperankan Zulaikha saat menggoda Nabi Yusuf. Petualangan Zulaikha diungkapkan dalam Al-Qur’an,
Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata, Marilah ke sini. Yusuf berkata, Aku berlindung kepada ALLAH, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung (QS. Yusuf [12]: 23).
Tipe wanita penggoda inilah yang sangat merusak kehidupan dunia dikarenakan seorang wanita tipe ini tidak segan-segan menggoda siapa saja baik laki laki beristri ataupun tidak, akibat dari perbuatannya akan berakibat kehancuran rumah tangga orang lain, dan harga diri perempuan tipe ini sangat jatuh dan tidak bermartabat. Di dunia modern saat ini sering dinamai perempuan murahan. Apabila ada peluang menggoda pasti dia akan lakukan, jangankan digoda justru perempuannya yang menggoda, padahal sifat penggoda ada pada sifat laki laki.
KELIMA, tipe wanita pengkhianat dan ingkar terhadap suaminya.
ALLAH SWT memuji wanita yang tidak taat kepada suaminya yang zalim, seperti dilakukan perempuan Fir’aun (QS At Tahriim [66]: 11). Namun, pada saat bersamaan Allah pun mengecam perempuan yang bekhianat kepada suaminya (yang saleh). Istrinya Nabi Nuh dan Nabi Luth mewakili tipe ini. Saat suaminya memperjuangkan kebenaran, mereka malah menjadi pengkhianat dakwah. Difirmankan,
ALLAH membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shaleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) ALLAH; dan dikatakan kepada keduanya), Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka). (QS. At Tahriim [66]: 10).
Wanita-wanita yang dikisahkan Al-Qur’an ini hidup ribuan tahun lalu. Namun karakteristik dan sifatnya tetap abadi sampai sekarang. Ada tipe pejuang yang kokoh keimanannya. Ada wanita salehah yang tangguh dalam ibadah dan konsisten menjaga kesucian diri. Ada pula tipe penghasut, penggoda dan pengkhianat. Terserah kita mau pilih yang mana. Bila memilih tipe pertama dan kedua, maka kemuliaan dan kebahagiaan yang akan kita dapatkan. Sedangkan bila memilih tiga tipe terakhir, kehinaan di dunia dan kesengsaraan akhiratlah akan kita rasakan.
Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kamu ayat-ayat yang memberi penerangan, dan contoh-contoh dari orang-orang yang terdahulu sebelum kamu dan pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa (QS. An Nuur [24]: 34).
Wallaahu a’lam

HADIST HADIST DIATAS CINTA

Posted on by ibh3
3 Votes

Dari anas bin malik radliyallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihiw a sallam bersabda: “Ada tiga hal yang barangsiapa memilikinya niscaya ia akan mendapatkan manisnya iman: (1). Allah ta’ala dan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam lebih ia cintai daripada yang lainnya, (2). Mencintainya seseorang, tidaklah ia mencintainya melainkan karena Allah ta’ala, (3). Benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah ta’ala menyelamatkan darinya sebagaimana ia benci dirinya dimasukkan ke dalam api”[1]

Merasakan manisnya sesuatu merupakan buah dari cinta terhadapnya. Di kala seseorang mencintai sesuatu atau menyukai lantas mendapatkannya, maka ia akan merasakan manis, lezat dan bahagia karenanya. Demikian pula manisnya iman yang dirasa oleh seorang mukmin; kelezatan dan kebahagiaan yang ia dapatkan dalam keimanannya sebanding dengan cinta yang ada dalam dirinya. Dan hal itu akan ia dapatkan dengan melakukan tiga hal yang disebutkan oleh hadits di atas.[2]

Yang berhak dicinta di atas cinta

Cinta, sebuah kata yang indah didengar, manis diucapkan, nikmat dirasakan. Cinta adalah karunia dan rohmat dari Allah ta’ala yang Dia berikan dan Dia bagikan kepada manusia.

Segala puji bagi Allah ta’ala yang telah menjadikan cinta sebagai jalan menuju apa yang dicintai-Nya, dan telah menjadikan ketaatan dan ketundukan kepada-Nya sebagai dalil atas kebenaran dan kejujuran cinta. Dia-lah yang telah menggerakkan jiwa dengan cinta menuju kesempunaan. Mahasuci Allah yang telah memalingkan hati kepada yang Dia kehendaki dan untuk apa yang Dia kehendaki dengan kekuasaan-Nya. Dia lah yang menjadikan cinta bercorak dan bercita warna, membagikan cinta kepada para hamba-Nya, memberikan pilihan kepada mereka apa dan siapa yang dicintainya; ada cinta yang mulia dan ada yang hina, ada yang cinta harta, wanita, tahta dan segala yang nista.

Namun ada sebuah cinta yang paling mulia, (yaitu) cinta kepada Sang Pencipta cinta, yang telah menciptakan alam semesta dengan cinta, dan untuk cinta, karena pada hakikatnya cinta yang tertinggi dan termulia dari hamba adalah menghamba kepada-Nya. Dan tiada yang berhak menerima cinta termulia ini melainkan Dzat yang seluruh alam semesta harus tunduk kepada-Nya. Karena tidaklah jin dan manusia diciptakan melainkan untuk menghamba kepada-Nya. Dan seluruh cinta harus tunduk di bawah cinta-Nya dan cinta karena-Nya.

Semakin bertambah cinta seorang mukmin kepada Allah ta’ala dan Rasul-Nya, semakin bertambah pula rasa manis imannya. Karena iman memiliki rasa manis dalam hati, kelezatan iman yang tidak diketahui melainkan oleh Allah ta’ala, itulah cinta di atas cinta[3].

Cinta Hakiki Cinta Yang Terbukti

Cinta butuh kepada bukti untuk bisa diakui kebenaran cintanya. Karena siapapun bisa saja mengaku cinta, namun tidak semua pengakuan cinta itu hakiki dan sejati, dan tidak semua pengakuan cinta itu abadi. Ada tanda-tanda dan bukti cinta yang harus diwujudkan hingga bisa diketahui manakah sebenarnya cinta yang sejati dan mana yang hanya sekedar cinta palsu. Demikian pula apakah cinta itu tulus dan murni ataukah sebenarnya ada keinginan lain dibalik pengakuan cinta, apalagi jika pengakuan cinta itu ditujukan kepada Allah dan Rasul-Nya, atau cinta karena Allah ta’ala dan benci karena-Nya; tentu bukan pengakuan yang sepele dan mudah diucapkan begitu saja, tetapi disinilah ukuran iman akan ditentukan. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

”Tidaklah seorang hamba beriman hingga aku menjadi orang yang lebih ia cintai daripada keluarganya, hartanya dan manusia semuanya.” (HR. Bukhori)

Allah ta’ala juga berfirman:

”Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri” (QS. Al-Ahzab: 6).

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Hisyam radliyallahu’anhu bahwa ia berkata: Kami bersama Nabi shallallahu’alaihi wa sallam ketika itu beliau shallallahu’alaihi wa sallam menggandeng Umar bin al Khattab radliyallahu’anhu lalu Umar berkata kepada beliau,

”Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali dari diriku sendiri”.

Maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

”Tidak ![4] Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan Nya, hingga aku menjadi orang yang lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri”

Maka ’Umar radliyallahu’anhu pun berkata kepada beliau, ”Sesungguhnya sekarang, Demi Allah, engkau sungguh lebih aku cintai daripada diriku sendiri”.

Maka beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

”Sekaranglah wahai Umar !”[5] yakni, baru sekaranglah imanmu sempurna.

Pedoman Hakikat Cinta

Allah ta’ala telah memberikan sebuah pedoman untuk mengetahui hakikat pengakuan cinta seseorang, (yaitu) bahwa yang menjadi ukuran dan bukti cinta seseorang kepada Allah ta’ala adalah sejauh mana dia dalam ber ittiba’ (mengikuti petunjuk) Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Allah berfirman:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ

”Katakanlah: ’Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian’. Allah Maha Pengampun dan Penyanyang” (QS. Ali-’Imron: 31)

Ittiba’ kepada Rasulullah merupakan bukti cinta hamba kepada Allah ta’ala. Dan Allah ta’ala memberikan janji kepada hamba-Nya berupa balasan cinta-Nya ketika memenuhi syarat cinta. Karena yang paling penting dan paling agung bukanlah pengakuan hamba bahwa ia mencintai-Nya, namun yang paling penting dan agung adalah ketika ia dicintai dan dibalas cintanya oleh yang dicintainya.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa ittiba’ kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam adalah bukti dan realisasi pengakuan cinta seseorang kepada Rasulullah yang harus didahulukan dan diletakkan di atas cinta kepada yang lainnya. Dan inilah hakikat cinta kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang sebenarnya. Barangsiapa yang menyelisihi, menyimpang dan meninggalkan ittiba’, apalagi mengolok-olok, meremehkan, menghina dan menghujat sunnah Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, berarti dia telah bermaksiat kepada Allah ta’ala, sekaligus menafikan kesempurnaan atau bahkan seluruh imannya.

Hanya kepada-Nya lah seharusnya kita memberikan cinta di atas cinta. Walillahil mahabbah.

Penulis: Ust. Abu Abdirrahman

Sumber: Majalah alMawaddah Edisi ke-5 Tahun ke-2 Dzulhijjah 1429/ Desember 2008 hal. 12-13.

[1] Diriwayatkan Bukhori dalam kitab al-Iman, bab Halawatil Iiman 1/14 no. 16; dan Muslim dalam kitab al-Iman, bab Bayan Khisholi Man Ittashofa Bihinna Wajada Halawatal Imaan 1/48 no. 174, an-Nasa’I 8/470 no. 4901, dan Ahmad 3/103 no. 12025

[2] Lihat Majmu’ Fatawa 10/205-206

[3] Disarikan dari Muqoddimah Ibnul Qoyyim dalam Roudhotul Muhibbin dari Majmu’ Fatawa 10/648-650

[4] Yakni belum sempurna imanmu

[5] Diriwayatkan al-Bukhori dalam kitab al-Aiman wan nudzuur bab kaifa kaanat yaminun Nabi shallallahu’alaihi wa sallam 6/2445 no. 6257.

Wahai Wanita Shalihah

Wahai Wanita Shalihah

Sejak dulu isu poligami selalu menarik tetapi pendekatan yang dipakai dalam membahasnya selalu saja dari aspek teologis. Padahal, fenomena poligami itu sangat menarik dibahas dari berbagai aspek: psikologis, seksologis, sosiologis, dan juga teologis

Realitas sosiologis di masyarakat menjelaskan bahwa poligami selalu dikaitkan dengan ajaran Islam. Sejumlah pertanyaan muncul:

  • Apakah betul Islam mengajarkan poligami?
  • Apakah benar Rasul mempraktekkan poligami?
  • Bagaimana seharusnya kita membaca teks-teks agama yang secara tekstual bicara tentang poligami?

Data-data historis secara jelas menginformasikan bahwa ribuan tahun sebelum Islam turun di Jazirah Arab, masyarakat di berbagai belahan dunia telah mengenal dan bahkan secara luas mempraktekkan poligami sehingga ketika itu sulit sekali menemukan bentuk perkawinan monogami, termasuk pada masyarakat Arab yang terkenal jahiliyah.

Poligami yang berlangsung saat itu tidak mengenal batas, baik dalam hal jumlah istri maupun syarat moralitas keadilan. Lalu, Islam datang melakukan reformasi secara radikal terhadap perilaku poligami yang tidak manusiawi itu.

Reformasi Islam menyangkut dua hal: pertama, membatasi jumlah istri hanya empat, dan kedua, ini yang paling radikal, bahwa poligami hanya dibolehkan bagi suami yang menjamin keadilan untuk para istri.

Perubahan drastis inilah yang kemudian diapresiasi oleh Robert Bellah, seorang sosiolog terkenal asal Amerika Serikat, yang menyebut Islam sebagai agama yang sangat modern untuk ukuran masa itu, “It was too modern to succeed,” komentarnya.

.
.
.

………….. [ ... Read More ... ] ……………..

Muslimah Yang Melahirkan Generasi Emas

Muslimah Yang Melahirkan Generasi Emas

1 Vote

Sesungguhnya, dalam menjalani berbagai perannya, peran wanita dapat dipetakan menjadi tiga peran penting yaitu sebagai sebagai pribadi muslimah, sebagai istri, dan sebagai ibu. Pada masing-masing peran, dibutuhkan ilmu yang dapat menjaganya dari berbagai bentuk penyimpangan. Berikut penjelasan ketiga hal tersebut:

1. Sebagai pribadi muslimah

Seorang muslimah akan selalu terikat dengan berbagai aturan agama yang menyangkut dirinya sebagai seorang yang beragama Islam seperti kewajiban untuk merealisasikan rukun iman dan rukun Islam serta aturan lain yang merupakan konsekuensi dari kedua hal tersebut ataupun kewajiban yang terkait dengan kedudukannya sebagai seorang wanita seperti larangan dan kewajiban pada masa haid, kewajiban menutup aurot, dan sebagainya. Seluruh hal tersebut memerlukan ilmu sehingga kewajiban menuntut ilmu juga dibebankan kepda kaum wanita sebagaimana dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut,

طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Mencari ilmu itu merupakan kewajiban bagi seorang muslim.” (Hadits shahih riwayat Ibnu Adi dan Baihaqi dari Anas radhiyallahu ‘anhu )

Al Hafizh Al Sahawi rahimahullah berkata, “Sebagian penulis menambahkan kata-kata muslimatin pada akhir hadits. Kata-kata ini tidak pernah disebutkan satu kali pun dalam berbagai sanad hadits tersebut, sekalipun secara makna memang benar.”

Bertolak dari hal ini Ibnu Hazm rahimahullah berkomentar, “Menjadi kewajiban bagi wanita untuk pergi dalam rangka mendalami ilmu agama sebagaimana hal ini menjadi kewajiban bagi kaum laki-laki. Setiap wanita diwajibkan untuk mengetahui ketentuan-ketentuan agama berkenaan dengan permasalahan bersuci, shalat, puasa dan makanan, minuman, serta pakaian yang dihalalkan dan yang diharamkan sebagaimana kaum laki-laki, tanpa ada perbedaan sedikitpun di antara keduanya. Mereka juga harus mempelajari berbagai tutur kata dan sikap yang benar baik dengan belajar sendiri maupun dengan diperkenankan untuk bertemu seseorang yang dapat mengajarinya. Menjadi kewajiban para penguasa untuk mengharuskan rakyatnya agar menjalankan kewajiban ini”. (Al Ihkam fii Ushulil Ahkam 1/413 dalam Para Ulama Wanita Pengukir Sejarah, hlm. 7).

Al Hafizh Ibnul Jauzi rahimahullah juga berkata, “Sering aku menganjurkan kepada manusia agar mereka menuntut ilmu syar’i karena ilmu laksana cahaya yang menyinari. Menurutku kaum wanita lebih dianjurkan dibanding kaum laki-laki karena jauhnya mereka dari ilmu agama dan hawa nafsu begitu mengakar dalam diri mereka. Kita lihat seorang putri yang tumbuh besar tidak mengerti cara bersuci dari haid, tidak bisa membaca Al Qur’an dengan baik dan tidak mengerti rukun-rukun Islam atau kewajiban istri terhadap suami. Akhirnya mereka mengambil harta suami tanpa izinnya, menipu suami dengan anggapan boleh demi keharmonisan rumah tangga serta musibah-musibah lainnya.” (Ahkamun Nisa’ hlm. 6 dalam Majalah Al Furqon edisi 11 tahun VII).

2. Sebagai istri

Seorang istri memiliki kewajiban untuk menaati suaminya dalam hal-hal yang bukan merupakan kemaksiatan terhadap Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةِ اللهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى المَََْعْرُوْفِ

“Tidak (boleh) taat (terhadap perintah) yang di dalamnya terdapat maksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam kebajikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka tidaklah seorang istri dapat mengetahui apakah suatu urusan merupakan kemaksiatan atau bukan kecuali dengan ilmu syar’i.

Selain itu, di akhir zaman ini, ketika keburukan banyak bertebaran di muka bumi yang membuat banyak orang hanyut dalam lumpur dosa, maka seorang istri yang sholihah harus membekali dengan ilmu syar’i agar dapat menjaga keistiqomahan dirinya dan suaminya serta keluarganya. Dengan nasihat yang baik dan kelemahlembutan yang dimiliki seorang wanita, seorang suami akan mampu menemukan ketenangan dan kekuatan yang akan menjaga dirinya dan keluarganya dari perbuatan-perbuatan dosa misalnya berbuat syirik dan bid’ah, berzina, mencari nafkah yang haram, mengambil riba, dan perkara-perkara maksiat lainnya. Karena agama adalah nasihat sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الـدِيْـنُ النَصِيْحَةُ

“Agama adalah nasihat” (HR. Muslim)

Nasihat akan lebih dapat diterima oleh hati manusia jika diiringi dengan sikap lemah lembut. Allah Ta’ala berfirman dalam rangka memberi perintah kepada Nabi Musa ‘alaihissalam dan saudaranya (Harun) ketika berdakwah kepada Fir’aun,

اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى٭ فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى٭

“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (Qs. Thaahaa : 43-44)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam sebuah hadits yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

يَا عَائِشَة إِنَّ الرِّفْقَ مَا كَانَ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَنُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ

“Wahai ‘Aisyah, tidaklah kelembutan terdapat pada sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu melainkan akan memburukkannya.”

3. Sebagai ibu

Sebuah syair Arab mengungkapkan hal berikut,

الأُمُّ مَدْرَسَةٌ إِذَا أَعْدَدْتَهَا أَعْدَدْتَ شَعْبًا طَيِّبَ الْأَعْرَاقِ

“Seorang ibu tak ubahnya bagai sekolah. Bila kita mempersiapkan sekolah itu secara baik, berarti kita telah mempersiapkan suatu bangsa dengan generasi emas.”

Beban perbaikan dan pembentukan masyarakat yang Islami juga menjadi tanggung jawab wanita. Hal ini dikarenakan jumlah wanita yang lebih banyak dari laki-laki dan seorang anak tumbuh dari bimbingan seorang wanita. Maka, tidak bisa tidak seorang wanita harus membekali dirinya dengan ilmu syar’i khususnya mengenai pendidikan anak karena pendidikan anak menjadi tugas utama yang dibebankan kepada kaum wanita.

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Hendaknya seorang wanita membaguskan pendidikan anak-anaknya karena anak-anaknya adalah generasi penerus di masa yang akan datang. Dan yang mereka contoh pertama kali adalah para ibu. Jika seorang ibu mempunyai akhlak, ibadah, dan pergaulan yang bagus, mereka akan tumbuh terdidik di tangan seorang ibu yang bagus. Anak-anaknya ini akan mempunyai pengaruh positif dalam masyarakat. Oleh karena itu, wajib bagi para wanita yang mempunyai anak untuk memperhatikan anak-anaknya, bersungguh-sungguh dalam mendidik mereka, memohon pertolongan jika suatu saat tidak mampu memperbaiki anaknya baik lewat bantuan bapak atau jika tidak ada bapaknya lewat bantuan saudara-saudaranya atau pamannya dan sebagainya”. (Daurul Mar’ah fi Ishlah Al Mujtama’ hlm. 25-26 dalam Majalah Al Furqon edisi 12 tahun VIII)

Seorang ibu yang cerdas dan shalihah tentu saja akan melahirkan keturunan yang cerdas dan sholih pula, bi idzinillah. Lihatlah hal itu dalam diri seorang shahabiyah yang mulia, Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anha, ibunda Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang merupakan pembantu setia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain cerdas, ia juga penyabar dan pemberani. Ketiga sifat mulia inilah yang menurun kepada Anas dan mewarnai perangainya di kemudian hari. (Ibunda Para Ulama, hlm.25)

Dengan kecerdasannya, ia ‘hanya’ meminta sebuah mahar yang ringan diucapkan namun terasa berat konsekuensinya, yaitu keislaman Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu yang meminangnya saat itu. Dengan kesabarannya pula, ia mampu menyimpan rapat-rapat kesedihannya karena kematian putranya demi menenangkan suaminya.

Potret Semangat Para Salafush Shalih dalam Menuntut Ilmu

Demikian pentingnya peran para wanita. Dalam setiap lini kehidupannya, pasti membutuhkan ilmu syar’i. Hal ini pula yang dimengerti betul oleh para shahabiyah pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mereka meminta waktu khusus pada beliau untuk mengkaji masalah-masalah agama.

Dari Abu Sa’id Al Khudriy radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan bahwa ada seorang wanita menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, kaum laki-laki telah memborong waktumu. Oleh karenanya peruntukkanlah untuk kami sebuah waktu khusus yang engkau tetapkan sendiri. Pada waktu itu kami akan mendatangimu lalu engkau ajarkan kepada kami ilmu yang telah Allah ajarkan kepadamu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Berkumpullah kalian pada hari ini dan ini di tempat ini.” Kaum wanita pun berkumpul, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mendatangi mereka dan mengajari mereka ilmu yang telah Allah ajarkan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Semangat kaum wanita muslimah dalam mencari ilmu telah mencapai puncaknya hingga mereka menuntut adanya majelis ilmu yang khusus diperuntukkan untuk mengajari mereka. Padahal sebenarnya mereka telah mendengarkan kajian Rasulullah di masjid serta nasihat-nasihat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikian juga keadaan para wanita Anshar pada masa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Sebaik-baik wanita adalah wanita dari kaum Anshar. Rasa malu tidak menghalangi diri mereka untuk mendalami ilmu agama.” (HR. Muslim)

Kita jumpai pula bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan kaum wanita untuk menghadiri berbagai majelis ilmu guna menambah bekal keilmuan mereka.

Dari Ummu ‘Athiyah al Anshariyyah ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kami untuk menghadiri sholat hari raya ‘Idul Fithri dan hari raya ‘Idul Adha, baik awatiq (gadis yang sudah baligh atau hampir baligh), maupun wanita-wanita yang sedang haid dan juga gadis-gadis pingitan. Adapun wanita yang sedang haid, mereka hendaknya tidak berada di tempat shalat. Saat itu mereka menyaksikan kebaikan dan doa yang dipanjatkan oleh kaum muslimin. Ummu Athiyah berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami tidak memiliki jilbab?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya muslimah yang lain meminjami jilbab untuknya.” (HR. Bukhari dan Muslim) (Para Ulama Wanita Pengukir Sejarah, hlm. 8-10)

Sejarah telah mencatat, ulama tidak hanya berasal dari kalangan laki-laki saja. Ada banyak ulama wanita yang masyhur dan bahkan menjadi rujukan bagi ulama dari kalangan laki-laki. Lihat saja ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, wanita cerdas yang namanya akan terus dibaca oleh kaum muslimin dalam banyak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah pula yang merupakan sebaik-baik teladan para wanita dalam menuntut ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum. Az Zuhri mengatakan, “Andai ilmu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha itu dikumpulkan lalu dibandingkan dengan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu yang dimiliki oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha itu lebih unggul”. (Al Haitsami berkata dalam al Majma’ (9/243), “Hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabarani sedangkan rawi-rawinya adalah orang yang bisa dipercaya.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al Hakim 4/139. Lihat: Para Ulama Wanita Pengukir Sejarah, hlm. 20)

Begitu juga dengan masa setelah para shahabat (yaitu masa tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan seterusnya). Setiap zaman selalu menorehkan tinta emas nama-nama para ulama wanita hingga masa sekarang ini. Di antara mereka, adalah putri-putri ulama besar di jamannya. Sebut saja putri Sa’id bin Musayyib (tabi’in), putri Imam Malik, Ummu ‘Abdillah binti Syaikh Muqbil bin Hadi, dan lainnya.

Apakah ilmu yang mereka dapatkan itu merupakan ilmu warisan dari ayah-ayah mereka yang seorang ulama? Jawabannya, tentu tidak. Ilmu bukanlah harta benda yang dapat diwariskan begitu saja.

Alangkah bagusnya apa yang diceritakan oleh Al Farwi, “Kami pernah duduk di majelis Imam Malik. Pada saat itu putra beliau keluar masuk majelis dan tidak mau duduk untuk belajar. Maka Imam Malik menghadap kami seraya berkata, “Masih ada yang meringankan bebanku yaitu bahwa masalah ilmu ini tidak bisa diwariskan.” (Majalah al Furqon edisi 12 tahun VI)

Tentu saja ilmu yang mereka dapatkan tidak datang begitu saja. Ada usaha dan pengorbanan yang besar untuk meraihnya. Mari kita simak kegigihan para salaf dahulu dalam menuntut ilmu.

Hasan Al Bashri berkata, “Apabila engkau mendapati seseorang yang mengalahkanmu dalam urusan dunia, maka kalahkanlah dia dalam urusan akhirat.”

Imam Ahmad berwasiat kepada putranya, “Aku telah menginfakkan diriku untuk perjuangan”. Ketika Imam Ahmad ditanya kapan seseorang dapat beristirahat? Maka beliau menjawab, “Ketika pertama kali menginjakkan kakinya di surga.”

Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata, “Dahulu generasi salaf menuntut ilmu karena Allah, maka mereka pun menjadi terhormat dan menjadi para imam panutan. Kemudian datanglah suatu kaum yang menuntut ilmu yang pada mulanya bukan karena Allah dan berhasil memperolehnya. Namun kembali kepada jalan yang lurus dan mengintrospeksi dirinya sendiri dan akhirnya ilmu itu sendiri yang mendorong dirinya menuju keikhlasan di tengah jalan. Sebagaimana dinyatakan oleh Mujahid dan lainnya, “Dahulu kami menuntut ilmu tanpa niat yang tinggi. Namun, kemudian Allah menganugerahi niat tersebut sesudah itu.” Sebagian ulama menyatakan, “Kami hendak menuntut ilmu untuk selain Allah. Namun ternyata ia hanya bisa dilakukan karena Allah”. (Panduan Akhlak Salaf , hlm. 7)

Para salaf yang lain juga benar-benar bersemangat memperhatikan permasalahan niat ini. Sufyan Ats Tsauri berkata, “Saya tidak pernah mengobati sesuatu melebihi terapiku terhadap niat.”

Tidak hanya hati saja yang mereka jaga kesungguhan dan ketulusannya ketika menuntut ilmu, tubuh mereka pun ditempa sedemikian rupa sehingga menjadi raga yang kuat menghadapi rintangan dalam perjalanan menuntut ilmunya. Perhatikanlah kisah Hajjaj bin Sya’ir ini, “Ibuku pernah menyiapkan untukku seratus roti kering dan aku menaruhnya di dalam tas. Beliau mengutusku ke Syubbanih (salah seorang ahli hadits) di Madain. Aku tinggal di sana selama seratus hari. Setiap hari aku membawa seratus roti dan mencelupkannya ke sungai Dajlah kemudian aku memakannya. Setelah roti habis aku kembali ke ibuku.” (102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama Membara, hlm. 274).

Penutup

Mungkin saja kita tidak bisa setara dengan para salafush sholih dalam semangat mereka menuntut ilmu. Akan tetapi, segala upaya harus kita kerahkan agar semangat menuntut ilmu itu selalu terhujam kuat di dalam hati kita.

Allah berfirman,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (Qs. At Taghaabun : 16)

Maka tidak ada lagi alasan “Saya cuma ibu rumah tangga” atau “Saya sudah jadi seorang istri” atau “Saya tinggal di tempat yang jauh dari majelis ilmu” untuk menghindari kewajiban menuntut ilmu. Dengan berkembangnya teknologi di masa sekarang ini –misalnya internet, radio, rekaman kajian (kaset, CD, VCD, DVD), buku-buku Islam, dan majalah Islami- cukup memudahkan kita para wanita untuk tetap dapat menuntut ilmu tanpa harus datang dan duduk langsung dalam sebuah majelis ilmu jika keadaan memang tidak memungkinkan.

Semoga dengan sedikit pemaparan di atas, semangat para wanita untuk menuntut ilmu dapat tumbuh subur, sehingga dengan ijin Allah Ta’ala kita dapat songsong kembali kejayaan umat Islam di atas manhaj salafush sholih.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Penulis: Ummu Nabiilah Siwi Nur Danayanti
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar

Referensi:
Abdul Azis bin Nashir Al Jalil, Panduan Akhlaq Salaf (Terjemahan dari Aina Nahnu min Akhlaqis Salaf), At Tibyan, Solo.
Abu Anisah bin Luqman al Atsari, Tugas Mulia Seorang Ibu, Majalah Al Furqon edisi 12 tahun VIII.
Abu Maryam Fathi Sayyid, Para Ulama Wanita Pengukir Sejarah (Terjemahan dari Shafahat Musriqah min Sirah al ‘Alimat al Muslimat), Samodra Ilmu, Yogyakarta.
Abul Qa’qa’ Muhammad bin Shalih Alu ‘Abdillah, 102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama Membara (Terjemahan dari Kaifa Tatahammas fi Thalabil ‘Ilmi Syar’i Aktsar min 100 Thariqatan lit Tahammus li Thalabil ‘Ilmi Syar’i), Elba, Surabaya.
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi, 10 Faidah Seputar Dunia Wanita, Majalah Al Furqon edisi 11 tahun VII.
Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Wanita-wanita Pengukir Sejarah Islamiah, Majalah Al Furqon edisi 12 tahun VI.
Sufyan bin Fuad Baswedan, Ibunda Para Ulama, Wafa Press, Klaten.

***

(muslimah.or.id)

Judul Blog Anda is proudly powered by Pusat Cara | Modif by Junay Sugiyanto™